1.4 Bahan Baku, Produk, dan Pemasaran Produk
1.4.1.2 Bahan Korektif
1.4.1.3
Bahan Aditif
3.4 Unit Kiln
3.5 Unit Finish Mill
1.4.1. Bahan Baku
1.4.1.1
Bahan
Baku Utama
1.
Batu Kapur (Limestone)
Batu kapur ini merupakan bahan tambang pembawa kalsium karbonat (CaCO3).
Kebutuhan batu kapur sebanyak 450.000 ton per hari, didapat dari daerah perbukitan Hambalang.
-
Fase :
Padat
-
Warna :
Putih kekuningan, kadang berwarna abu-abu
-
Kadar air :
7 – 10 %
-
Bulk
Density : 1,3 ton/m3
-
Spesific
Gravity : 2,4 g/cm3
-
Ukuran material :
0-30 mm
-
Silica Modulus : 2,6
-
CaO :
50-…%
-
MgO maksimal :
1,22 %
(Process Control Monitoring Department )
2.
Tanah Liat (Clay)
Tanah liat ini merupakan bahan tambang yang banyak mengandung alumina.
Kebutuhan tanah liat sebanyak 24.000 ton per hari, didapat dari daerah perbukitan Hambalang.
-
Fase :
Padat
-
Warna :
Coklat kekuningan, kadang berwarna hitam
-
Kadar air :
6 – 8 %
-
Bulk
Density : 1,40 ton/m3
-
Spesific
Gravity : 2,36 g/cm3
-
Ukuran material :
0-30 mm
-
Silica Modulus : 2,3
-
Iron
Modulus : 2,7
(Process Control Monitoring Department )
1.4.1.2 Bahan Korektif
1.
Pasir Silika (Silica Sand)
Kebutuhan pasir silika sebanyak 150.000
ton per hari, didapat dari
daerah perbukitan Hambalang.
-
Fase :
Padat
-
Warna :
Abu-abu, merah, dan kekuningan
-
Kadar air : 10 – 25 %
-
Bulk
Density : 1,45 ton/m3
-
Spesific
Gravity : 2,37 g/cm3
-
Ukuran material :
0-30 mm
-
Silica Modulus : 5,29
-
Iron
Modulus : 2,37
(Process Control Monitoring Department )
2. Pyrite Cinder ( FeS2 )
Kebutuhan pyrite cinder
sebanyak 90.000 ton per hari, diperoleh dari PT. Aneka Tambang, Cilacap
-
Fase :
Padat
-
Warna :
Coklat kemerahan
-
Kadar air : 3 – 6
%
-
Bulk
Density :
1,8 ton/m3
-
Ukuran material :
0-10 mm
-
Silica Modulus :
5,29 N/mm2
-
Iron
Modulus :
2,37
(Process Control Monitoring Department )
1.4.1.3
Bahan Aditif
1. Gypsum (CaSO4.2H2O)
Gipsum atau kalsium
sulfat anhidrat ini berfungsi sebagai retarder
(pemerlambat) pengerasan semen. Kebutuhan gypsum
sebanyak 120.000 ton per hari, diperoleh dari PT. Petrokimia Gresik
- Fase : Padat
- Warna : Putih keabu-abuan
- Kadar
air : 10 %
- Bulk Density : 1,4 ton/m3
- Ukuran
material : 0-3 mm
- CaO : 32,4 N/mm2
- H2O
minimal : 1 %
(Process Control
Monitoring Department )
2. Trass atau
Pozzolan
Trass atau
CaO.Al2O3.3H2O (25%) ini diperoleh dengan cara membeli dari Desa Brobos
(Palimanan), dimana bahan ini diambil dari lahar gunung berapi. Trass ini memiliki kandungan SiO2 aktif
yang dapat berikatan dengan free lime
membentuk kalsium silikat. Semakin tinggi kadar free lime, maka akan semakin kecil kekuatan tekan dan berakibat
kepada mudah terekspansi dan mudah retak. Dengan penambahan trass ini, maka kadar free lime akan berkurang sehingga semen
yang akan dihasilkan menjadi lebih baik dan akan memberikan kekuatan tekan
akhir yang lebih tinggi. Bahan pozzolinik ini dapat memperlambat waktu setting.
- Fase : Padat
- Warna : Kecokelatan
- Bulk Density : 1,4 ton/m3
- Ukuran
material : 0-3 mm
(Process Control Monitoring Department )
1.4.2. Produk Indocement
|
Portland Composite Cement
(PCC)
PCC dibuat untuk penggunaan
umum seperti rumah, bangunan tinggi, jembatan, jalan beton, beton pre-cast
dan beton pre-stress. PCC mempunyai kekuatan yang sama dengan Portland Cement
Tipe I.
|
Gambar 1.2 Portland Composite Cement (PCC)
|
Ordinary Portland Cement (OPC)
OPC juga dikenal sebagai semen
abu-abu, terdiri dari lima tipe semen standar. Indocement memproduksi OPC
Tipe I, II dan V. OPC Tipe I merupakan semen kualitas tinggi yang sesuai
untuk berbagai penggunaan, seperti konstruksi rumah, gedung tinggi, jembatan,
dan jalan. OPC Tipe II dan V memberikan perlindungan tambahan terhadap
kandungan sulfat di air dan tanah.
|
Gambar 1.3 Ordinary Portland Cement
(OPC)
|
Oil Well Cement (OWC)
OWC adalah tipe semen khusus
untuk pengeboran minyak dan gas baik di darat maupun lepas pantai. OWC
dicampur menjadi suatu adukan semen dan dimasukkan antara pipa bor dan
cetakan sumur bor dimana semen tersebut dapat mengeras dan kemudian mengikat
pipa pada cetakannya.
|
Gambar 1.4 Oil Well Cement (OWC)
|
White Cement
Semen putih digunakan untuk
dekorasi eksterior dan interior gedung. Sebagai satu-satunya produsen semen
putih di Indonesia, saat ini Indocement dapat mencukupi kebutuhan semen putih
pasar domestik.
|
Gambar 1.5 White Cement
|
Acian Putih TR30
Acian Putih TR30 sangat
sesuai untuk pekerjaan acian dan nat. Komposisi Acian Putih TR30 antara
lain Semen Putih ”Tiga Roda”, kapur (Kalsium Karbonat) dan bahan aditif
khusus lainnya. Keuntungan menggunakan Acian TR30 antara lain, permukaan
acian lebih halus, mengurangi retak dan terkelupasnya permukaan, karena
mempunyai sifat plastis dengan daya rekat tinggi, cepat dan mudah dalam
pengerjaan, hemat karena acian lebih tipis, serta dapat digunakan pada
permukaan beton dengan menambahkan lem putih.
|
Gambar 1.6 Acian Putih TR30
Ready-Mix Concrete (diproduksi
anak perusahaan)
Beton Siap-Pakai diproduksi
dengan mencampur OPC dengan bahan campuran yang tepat (pasir dan batu) serta
air dan kemudian dikirimkan ke tempat pelanggan menggunakan truk semen untuk
dicurahkan. Sebagai nilai tambah produk, Beton Siap-Pakai mendatangkan
keuntungan yang lebih tinggi dari produk semen lainnya. Mayoritas yang
signifikan dari Beton Siap-Pakai Indocement adalah dijual di daerah Jakarta
dimana industri pembangunannya sangat baik.
|
|
|
Agregat (diproduksi anak
perusahaan)
Tambang aggregates (batu
andesit) di Rumpin dan Purwakarta, Jawa Barat dengan total cadangan 130 juta
ton andesit, melalui anak perusahaan Indocement akan memperkuat posisi
Indocement sebagai pemasok bahan bangunan.
|
1.4.3. Pemasaran Produk
Produk yang dihasilkan
oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. dipasarkan dengan memberikan label
pada produknya dengan merek dagang (brand)
“Tiga Roda”. Brand ini tidak hanya
dikenal di dalam negeri, tetapi juga dikenal sampai ke luar negeri. Brand “Tiga Roda” sendiri memiliki
posisi yang kuat, terutama untuk lokasi pasar yang berdekatan dengan lokasi
pengoperasian pabrik, termasuk di pasar Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan
Kalimantan Barat. Reputasi dari brand
ini telah membuktikan bahwa kualitas semen yang kuat dan keberadaan brand yang telah bertahun – tahun
lamanya di pasar menjadikan harga jual produknya mencapai tingkat premium
(unggul).
Dalam memasarkan produk,
distributor akan menampung dan mencari konsumen dalam partai besar dan kecil,
kemudian mengirimkan pesanan (order)
tersebut ke marketing division.
Nantinya, Divisi Pemasaran meneruskan ke joint
management berupa Master Deliver
Order (MDO) yang akan diurai menjadi beberapa sub Deliver Order (DO).
Total kapasitas produksi
semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yakni sebesar 18.600.000 ton
semen/tahun. Dengan total kapasitas produksi semen tersebut, perusahaan dapat
memenuhi kebutuhan produk semen dalam negeri. Selain itu, sebagian produk semen
juga diekspor ke beberapa negara lain di seluruh dunia, seperti ke Malaysia,
Singapura, Brunei Darussalam, Pakistan, Bangladesh, Hongkong, Srilanka, Arab
Saudi, dan ke beberapa negara lainnya.
Untuk semen Portland Tipe 1 dan PCC mengkontribusi lebih
dari 90 % total penjualan domestic dan sekarang telah menjadi produk utama dari
perusahaan. Selain kedua produk di atas, perusahaan juga menghasilkan semen
Portland tipe II dan V, serta semen khusus (seperti : OWC dan WC). Produk –
produk ini dipasarkan dalam bentuk kantong (sak) ukurang 40 – 50 kg, dalam
ukuran kantong besar (big bag) ukuran
1 ton, 1,5 ton, dan 2 ton, serta dalam bentuk curah (15 ton dan 25 ton).
Sebagai nilai tambah produk, beton siap pakai ini memberikan
margin yang lebih tinggi daripada produk semen lainnya. Beton siap pakai ini
menunjukkan distribusi yang modern untuk produk perusahaan. Sebagian besar,
produk ini dijual di wilayah Jakarta, di mana pembangunan industry merata.
Dalam hal pemasaran produknya, perusahaan tetap konsisten
untuk mempertahankan kampanye (promosi) melalui pemasangan iklan gambar brand “Tiga Roda” di sisi kanan-kiri
pada beberapa transportasi umum (bus) kota, pemasangan gambar brand “Tiga Roda” secara mencolok di
papan nama depan toko penyedia material bangunan, dan sebagainya. Selain itu,
pengiklanan produk ini juga disiarkan melalui radio dan televisi. Pemasaran
produk dengan berbagai cara pengiklanan ini bertujuan untuk membangun persepsi
terhadap kualitas dan keandalan yang dapat dipercaya dari produk perusahaan.
Sebagai
sarana untuk memperlancar distribusi, dibangun terminal semen di pelabuhan
Tanjung Priuk (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), dan Cimareme (Bandung).
1.5
Manajemen Perusahaan
1.5.1
Organisasi Perusahaan
Demi kelancaran dan
kelangsungan jalannya suatu pabrik / perusahaan yang bergerak dalam industry
dan perdagangan maka suatu perusahaan harus meiliki struktur organisasai
perusahaan yang baik, yang memberikan wewenang dan tugas serta tanggung jawab
pada setiap bagian dengan jelas.
Organisasi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. disusun secara fungsional,
dengan tidak terlepas dari system yang dianjurkan dalam ISO (International
Standart Organization).
Kekuasaan
tertinggi dalam perusahaan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pelaksanaan operasional sehari-hari dilakukan oleh Dewan Direksi dan seorang
Direktur Utama untuk melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh RUPS. Susunan
Direksi di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., sebagai berikut :
Dewan Komisaris :
Komisaris Utama :
Dr. Albert Scheuer
Wakil Komisaris Utama : Tedy Djuhar
I Nyoman Tjager
Komisaris :
Dr. Lorenz Naeger
Dr. Bernd Scheifele
Kevin Gluskie
Komisaris Independen : Daniel Lavalle
Dewan Direksi :
Direktur Utama :
Christian Kartawijaya
Wakil Direktur Utama :
Franciscus Welirang
Direktur :
Hasan Borch
Kuky Permana
Hasan Imer
Tju Lie Sukanto
Ramakanta Bhattacharjee
Benny
S. Santoso
Daniel R. Fritz
1.6
Sistem Manajemen Kerja PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk.
1.6.1
Tenaga Kerja
Tenaga
kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. terdiri dari tenaga kerja tetap, tenaga
kerja kontrak, dan tenaga kerja harian. Sumber tenaga kerja dari local dan
tenaga kerja asing yang biasanya dibatasi dalam masa kontrak. Perincian tenaga kerja di dalam
setiap departemen dapat dilihat dalam Tabel 1.3
Table 1.3 Jumlah tenaga
kerja di dalam setiap Department
Unit
|
<SD
|
SLTP
|
SLTA
|
Diploma
|
S1
|
S2
|
Sisa
|
Total
|
Head Office
|
51
|
44
|
315
|
77
|
194
|
13
|
1
|
695
|
Citeureup
|
812
|
435
|
2795
|
80
|
224
|
8
|
0
|
4313
|
Cirebon
|
37
|
32
|
660
|
8
|
47
|
1
|
0
|
785
|
Tarjun
|
44
|
97
|
540
|
54
|
92
|
4
|
1
|
832
|
Total
|
944
|
608
|
4247
|
219
|
557
|
21
|
2
|
6625
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk.
1.6.2
Jam Kerja
Jam kerja yang
terdapat pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Citeureup, Bogor meliputi jam kerja normal dan jam kerja dengan menggunakan
sistem shift. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup, Bogor
memberlakukan lima hari kerja bagi para karyawan, dengan total jam kerja
delapan jam per hari. Perinciannya adalah sebagai berikut :
1.
Jam kerja normal
Jam kerja yang terdapat pada PT Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk. Citeureup, Bogor terdiri dua macam, yaitu :
a.
Jam
kerja normal untuk Manager Divisi Umum (Departemen Akuntansi, Departemen HR & GA, Departemen Umum, Departemen
Produksi, Departemen Mekanik, Departemen Elektrik, Departemen Qulity Control)
Tabel 1.4
Jam Kerja normal untuk Manager Divisi Umum
Hari
|
Waktu
|
Keterangan
|
Senin – Kamis
|
08.00 – 12.15
|
Jam Kerja
|
12.15 – 13.00
|
Istirahat
|
|
13.00 – 17.00
|
Jam Kerja
|
|
Jum'at
|
08.00 – 11.00
|
Jam Kerja
|
11.00 – 13.00
|
Istirahat
|
|
13.00 – 17.00
|
Jam Kerja
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
b. Jam
kerja normal untuk Departemen Pertambangan dan Departemen Pengantongan Semen.
Tabel 1.5 Jam Kerja normal untuk Departemen Pertambangan dan Departemen Pengantongan Semen.
Hari
|
Waktu
|
Keterangan
|
Senin – Kamis
|
07.00 – 11.30
|
Jam Kerja
|
11.30 – 13.00
|
Istirahat
|
|
13.00 – 16.30
|
Jam Kerja
|
|
Jum'at
|
07.00 – 11.30
|
Jam Kerja
|
11.00 – 13.00
|
Istirahat
|
|
13.00 – 16.30
|
Jam Kerja
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk.
2.
Jam
Kerja dengan menggunakan sistem shift
Jam kerja dengan
menggunakan sistem shift terdiri dari 3 macam, yaitu :
a.
Jam
kerja shift untuk Departemen Pembuatan Kantong Semen
Tabel
1.6 Jam kerja shift untuk Departemen Pembuatan Kantong Semen
Shift
|
Jam kerja
|
A
|
07.00 – 16.00
|
B
|
16.00 – 21.00
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk.
b.
Jam
kerja shift untuk beberapa Departemen berikut :
Tabel
1.7 Jam kerja shift untuk Departemen Produksi, Departemen Mekanik, Departemen
Elektrik, Departemen Perbaikan dan Perawatan serta Departemen Quality Control
Shift
|
Jam kerja
|
A
|
07.00 – 15.00
|
B
|
15.00 – 23.00
|
C
|
23.00 – 07.00
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
c.
Jam
kerja shift untuk Departemen Mining
Tabel 1.8 Pembagian Jam Kerja Untuk
Departemen Mining
Shift
|
Jam
Kerja
|
A
|
07.00 – 15.00
|
B
|
15.00 – 23.00
|
Sumber : Bagian Personalia PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Karyawan yang
terkena jam kerja shift akan bekerja selama enam hari dengan pembagian dua hari
kerja shift A, dua hari kerja pada shift B, dan dua hari kerja pada shift C.
Karyawan yang terkena sistem shift dibagi menjadi empat kelompok, yaitu
kelompok I, II, III dan IV dimana setiap kelompok beranggotakan 1 orang
Foreman, 4 orang operator dan 4 orang patrol. Apabila waktu kerja pada sistem
shift ini berkenaan dengan hari besar, jam kerjanya dihitung sebagai lembur.
1.7
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan
kerja adalah rangkaian usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencegah
timbulnya kecelakaan di dalam proses kerja serta untuk memperbaiki suasana
kerja yang aman dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keselamatan kerja erat hubungannya dengan peningkatan produksi.
Keselamatan kerja dapat membantu meningkatkan produksi dan produktivitas atas
dasar :
a.
Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan
pemeliharaan dan penggunaan peralatan kerja dan mesin yang produktif dan
efisien serta bertalian dengan tingkat produksi dan produktivitas.
b.
Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik-baiknya dengan
partisipasi pengusaha dan karyawan akan membawa iklim keamanan dan ketenangan
kerja sehingga sangat membantu terciptanya keharmonisan pengusaha dan karyawan
yang merupakan landasan paling kuat bagi kelancaran produksi.
Pada tanggal 24 Oktober 1990, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
membentuk panitia keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan
berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 2 tahun 1970, tentang
pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
dan juga berdasarkan Keputusan Direksi No. 17/KPTS/DIR/ITP/X/1990. Hal ini
dikarenakan perusahaan berkepentingan untuk menjamin perlindungan keselamatan
kerja bagi karyawan dalam melaksanakan tugasnya demi kepentingan kesejahteraan
karyawan perusahaan.
Dalam pembinaan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan, P2K3
mempunyai tugas dan fungsi :
1.
Memberikan saran, usul dan pertimbangan baik diminta
maupun tidak oleh pimpinan perusahaan mengenai segala sesuatunya yang berkaitan
dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
2.
Menghimpun, mengolah dan menganalisa segala data atau
permasalahan K3 di perusahaan sebagai saran dan pertimbangan bagi
pimpinan dalam rangka mengusahakan program pelaksanaan K3.
3.
Mendorong meningkatnya kuantitas ataupun kualitas
penyuluhan, pengawasan, latihan dan pengembangan penelitian bidang K3
di perusahaan.
1.7.1
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Beberapa peralatan dan perlengkapan yang disediakan oleh PT Indocement
Tinggal Prakarsa Tbk. untuk para pekerja diantaranya :
ü
Safety Helm, untuk melindungi kepala terutama
di lingkungan pabrik dimana material dapat ditransformasikan di tempat yang
cukup tinggi, serta menghindari terjadinya benturan kepala dengan peralatan.
ü
Safety Shoes, untuk melindungi kaki dari
benda-benda yang tajam ataupun panas, juga agar tidak tergelincir.
ü
Masker, untuk melindungi saluran pernapasan sehingga
menghindari masuknya partikel kecil (debu).
ü
Kacamata Las, untuk pekerja di bagian mekanik
yang bertugas untuk melakukan pengelasan.
ü
Penutup Telinga, untuk melindungi telinga dari
kebisingan.
ü
Sarung Tangan, digunakan pada daerah
bertemperatur tinggi seperti pada Rotary Kiln.
ü
Baju Tahan Panas, digunakan pada daerah disekitar
Rotary Kiln dengan tujuan agar kulit tidak terbakar.
1.7.2
Keselamatan Kerja dalam Pabrik
Pada
daerah dalam pabrik dilakukan beberapa tindakan untuk keselamatan kerja seperti
:
ü Memasang tanda bahaya pada daerah
yang sering terjadi kecelakaan.
ü Memasang alat pemadam kebakaran
disetiap lokasi.
ü Menyediakan tempat pertolongan
pertama jika terjadi kecelakaan.
ü Memasang telepon yang dapat
menghubungi poliklinik, pemadam kebakaran, keamanan, dan sebagainya.
ü Memberi label B3 pada benda yang
dianggap beracun, infeksi, mudah meledak, dan lain – lain.
1.7.3
Fasilitas Karyawan
Fasilitas kerja yang diberikan perusahaan
kepada karyawan meliputi :
1.
Fasilitas
Kerohanian
ü
Tempat
ibadah berupa masjid dan mushola.
ü
Naik
Haji ke tanah suci untuk 2 orang setiap tahunnya.
ü
Mengadakan
acara – acara keagamaan.
2.
Fasilitas
Kesehatan
Fasilitas dari poliklinik yang ada di
lingkungan pabrik antara lain :
ü
Balai
pengobatan umum / dokter umum dan spesialis
ü
Klinik
P3K dan KB
ü
Apotek
ü
Rontgen
3.
Fasilitas
Kesejahteraan
ü Fasilitas Perumahan
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. memberikan tunjangan perumahan bagi
karyawan sesuai dengan tingkat eselon. Di lingkungan pabrik juga tersedia Guest House untuk tamu dan staf.
ü Sarana Transportasi
Di dalam lingkungan pabrik disediakan bus karyawan yang melayani
transportasi keseluruh area pabrik sesuai rute yang ditetapkan.
ü Sarana Olahraga
Sarana yang disediakan berupa lapangan sepak bola, basket, voli, bulu
tangkis, dan tenis meja yang berada di lingkungan perumahan maupun di sport
hall.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Semen
Istilah kata “semen”
berasal dari bahasa Latin, yakni cementum,
yang berarti perekat atau pengikat. Semen merupakan suatu perekat hidrolis (hydraulic binder), dimana apabila
senyawa – senyawa kimia yang terkandung dalam semen bereaksi dengan air, maka
akan menghasilkan suatu zat baru yang bersifat perekat terhadap bahan lain
(terutama batuan) menjadi satu kesatuan yang padat dan mengeras.
Dahulu, orang – orang
Mesir membuat konstruksi piramida dengan menggunakan suatu bahan semacam semen.
Orang Yunani dan Romawi menggunakan tuf
vulkanik (gunung berapi) yang dicampur dengan gamping sebagai semen.
Semen Portland merupakan
pengembangan dari semen alam yang dibuat di Inggris pada abad ke-19. Nama
“Portland” itu sendiri diambil dari nama batu Portland, suatu batuan yang
merupakan bahan bangunan, yang ditambang dari pulau Portland, Inggris. Awalnya,
semen Portland ini dikenalkan oleh seorang tukang batu yang berasal dari
Inggris bernama Joseph Aspdin. Kemudian salah seorang karyawannya, Isaac Johnson,
mengembangkan teknik produksi untuk jenis semen ini, dimana semen yang
dihasilkan lebih cepat mengeras dengan kekuatan tekan lebih tinggi. Proses ini
dipatenkan pada tahun 1824.
Pada tahun 1850, berdiri
4 buah pabrik yang terletak di Inggris. Untuk perkembangan selanjutnya,
industry semen kemudian beberapa pabrik semen baru didirikan di berbagai negara
di Benua Eropa, Amerika, dan di beberapa negara lain di seluruh dunia, akhirnya
sampai ke Indonesia.
Pada awal berdirinya,
pabrik semen menggunakan jenis kiln
(tanur) vertical untuk tempat pembakaran tepung baku menjadi klinker. Namun,
kini banyak perusahaan yang bergerak dalam produksi semen yang menggunakan kiln tipe rotary (atau dikenal dengan rotary
kiln). Sekarang, semen Portland dapat diperoleh dengan cara menggelinding
klinker dengan berbagai macam aditif yang digunakan, seperti gypsum, trass, fly ash, blast furnance slag,
dan lain – lain.
2.2
Proses Pembuatan Semen
Berdasarkan kadar umpan
air, proses pembuatan semen dibagi menjadi empat
macam
yaitu:
a.
Proses Basah
Umpan tanur berupa luluhan (slurry)
dengan kadar air 25%-40%, yang pada umumnya menggunakan “Long Rotary Kiln” dengan perpindahan awal panas terjadi pada
rantai ( Chain Section).
Keuntungan dari proses basah :
v Pencampuran lebih homogen dan koreksi komposisi
umpan (feed) lebih mudah sehingga diperoleh semen yang lebih baik serta
efisiensi penggilingan lebih tinggi.
v Raw Material yang sticky dan plastis tidak menimbulkan
masalah.
v Kadar alkali, klorida dan sulfat tidak menimbulkan
gangguan penyempitan pada pipa.
v Tidak banyak menimbulkan banyak debu.
v Tanur putar yang digunakan berfungsi juga sebagai preheater.
Kerugian-kerugian
yang ditimbulkan dari proses basah ini antara lain:
v Kebutuhan panasnya tinggi (1500-1900 kcal/kg
tanur) sehingga membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.
v Kapasitasnya rendah sehingga hasil produksinya
rendah.
v Tanur atau kiln
lebih panjang.
v Membutuhkan air lebih banyak sehingga menimbulkan
masalah utama terutama untuk daerah yang sulit air.
b.
Proses Semi Basah
Umpan tanur (kiln)
pada proes ini berupa tepung kering, lalu dengan alat granulator dengan kadar air 15%-25% yang dibuat dengan
bantuan filter press. Konsumsi panas pada proses ini sekitar 1000-1200 kcal/Kg
terak.
c.
Proses Semi Kering
Umpan tanur pada proses ini adalah tepung kering, lalu
dengan alat granulator disemprot dengan air untuk dibentuk menjadi granular
dengan kadar air 10%-20% dan ukurannya seragam 10-12 mm. Proses ini dapat
menggunakan long rotary kiln, namun
kapasitas shaft kiln rata-rata lebih rendah sedangkan jika memakai long rotary kiln, maka harus dilengkapi dengan grate preheater dan kapasitasnya bisa
lebih tinggi. Konsumsi panas pada proses ini sekitar 1000 kcal/kg terak.
Proses ini sekarang paling banyak digunakan karena
menguntungkan dari segi ekonomi karena tanur putar yang digunakan lebih pendek sehingga
membutuhkan bahan bakar yang lebih
sedikit, dan cocok pula untuk daerah yang kesulitan mendapatkan air proses.
Ganggunan yang
sering timbul dalam proses ini adalah :
1) Tingkat keausan chain grate-nya tinggi.
2)
Distribusi
temperatur atau panas di atas grate tidak
merata.
3)
Temperatur
gas panas yang keluar terlalu rendah sehingga tidak dapat digunakan untuk
sistem pengeringan dan penggilingan. Kemacetan pada inclutr chute ke grate dan
ke dalam kiln.
d.
Proses Kering
Karena tingginya biaya yang digunakan untuk
menghilangkan air pada proses basah, maka dicarilah kemungkinan-kemungkinan
yang lebih efektif dan efisien. Kemudian digunakan prinsip preblending dan homogenasi
umpan tanur dalam keadaan kering (kadar air 0,5%-1%). Untuk menghilangkan kadar
air ini dilakukan pemanasan awal di luar kiln yaitu dengan preheater (pemanas awal). Proses pemanasan awal ini biasanya
dilakukan dengan memanaskan material dengan jalan mensuspensikan material ke
dalam aliran gas panas. Prinsip pencampuran ini dapat dilakukan dengan mudah
dan dapat dilakukan secara vertikal dan bertingkat, maka dengan temperatur yang
tinggi terjadilah kalsinasi 30%-40%. Proses kering dengan menggunakan suspension preheater mempunyai kapasitas
lebih tinggi dan konsumsi panasnya 800-1000 kcal/kg terak.
Keuntungan proses kering :
v Tanur putar yang digunakan lebih pendek dan
diameternya juga lebih kecil dibandingkan tanur pada proses basah.
v Kebutuhan bahan bakar lebih sedikit. Kebutuhan bahan bakar sedikit.
v Membutuhkan sedikit air sehingga sangat cocok
untuk daerah yang sulit air.
Kerugian proses kering :
v Banyak menimbulkan debu, sehingga dapat mengganggu
kesehatan.
v Pencampuran tepung tidak begitu homogen.
2.3
Bahan Baku Pembuatan Semen Portland
Umumnya, berbagai bahan baku dapat
digunakan untuk membuat semen Portland, diantaranya :
1.
Calcareous (bahan – bahan yang banyak mengandung kalsium)
Contoh : Batu gamping (termasuk batu
kapur, batu mermer, aragonite), batu semen (termasuk marl), kulit kerang, dan lain – lain.
2.
Argillaseous
Contoh : Lempung (tanah liat),
serpih, bauksit, bahan vulkanik, aluminium
dross, pumis, Staurolit, dan
lain – lain.
3.
Siliseous
Contoh : Pasir, batu pasir, kuarseo,
dan lain – lain.
4.
Ferrous
Contoh : Bijih besi, pyrite cinder, terak apar, dan lain –
lain.
5.
Lain – lain
Contoh : Gipsum dan anhidrat,
endapan kalsium karbonat (hasil samping industry alkali dan ammonium sulfat
sintetik), fly ash, terak tanur
tinggi, dan lain – lain.
Sumber : Mineral Year Book. 1981.
Vol. 1. Dept of Interior. 1982. p-194.
2.4
Jenis – jenis Semen
Sebagian besar semen terbuat dari campuran limestone, clay, pasir besi, pasir silika dan gypsum sebagai bahan tambahan.
a)
Semen
Alumina Tinggi ( High Alumina Cement)
Semen Alumina Tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat
yang dibuat dengan meleburkan campuran batu gamping dan bauksit. Biasanya bauksit ini mengandung oksida besi,
silika magnesia dan ketidak murnian lainnya. Cirinya ialah bahwa kekuatan semen
ini berkembang dengan cepat dan ketahanannya terhadap air laut dan air yang
mengandung sulfat lebih baik. (Austin, 1996)
b)
Semen
Portland Pozzolan
Semen jenis ini dibuat dengan cara menggiling
terak semen portland dengan bahan yang memiliki sifat pozzolan baik, yang
berasal dari alam maupun buatan. Kekuatan awal PPC lebih rendah dari OPC, namun
seiring bertambahnya waktu kekuatannya akan bertambah hingga mencapai kekuatan
akhir yang dapat lebih tinggi dari OPC. Hal ini disebabkan karena kandungan
silika aktif dalam pozzolan yang dapat bereaksi dengan CaO selama proses
hidrasi semen membentuk kalsium silika hidrat (Bogue, 1968).
Sifat- sifat yang
dimiliki semen pozzolan antara lain :
1)
Panas hidrasi rendah
2)
Tahan sulfat dan air laut (Bogue, 1968).
Sifat- sifat tersebut menyebabkan PPC sesuai untuk
bangunan di tepi laut atau rawa, irigasi dan pencoran beton massa.
c) Semen Magnesium Oksiklorida (semen sorel)
Semen sorel adalah semen yang
dibuat melalui reaksi eksotermik larutan magnesium klorida 20% terhadap suatu
ramuan magnesia yang didapatkan dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang
didapatkan dari larutan garam.
Reaksi : 3MgO + MgCl2 + 11H2O
3MgO.MgCl2.11H2O
Semen Sorel
mempunyai sifat keras dan kuat, mudah terserang air dan sangat korosif (Austin, 1996).
d) Semen Silikat
Semen silikat penuh silica dan set secara kimia tahan terhadap segala
macam asam anorganik dalam segala konsentrasi, kecuali asam fuorida. Semen ini tidak cocok untuk pH diatas 7 atau
dalam system yang membentuk Kristal.
Contoh penerapannya adalah sebagai bahan pelekat bata dalam tangki
reaksi asam kromat dan tangki alum (Austin, 1996)
e) Blended
Cement (Semen Campuran)
Semen ini dibuat dengan menambahkan
bahan- bahan lain ke dalam semen Portland. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
sifat- sifat baik yang tidak dimiliki semen Portland (Shukla and Pandey, 1977).
f) White
Portland Cement/ WPC (Semen Portland Putih)
White
Cement dibuat dari bahan mentah yang mengandung oksida besi dan oksida
magnesia serendah mungkin. Semen putih banyak digunakan untuk bangunan
arsitektur dan dekorasi yang memerlukan warna dasar putih. WPC dapat juga
digunakan untuk melapisi permukaan dinding atau lantai beton cor (Shukla and
Pandey, 1977).
g) Masonary
cement
Semen ini dibuat dari penggilingan klinker semen Portland, kapur halus
dan pasir. Sifat- sifat yang dimiliki oleh masonary
cement adalah workability, daya
plastisnya tinggi, dan ekspansinya rendah. Semen jenis ini digunakan untuk
bangunan di daerah dingin sebab masonary
cement memiliki perubahan volume
kecil pada suhu yang berubah- ubah (Shukla and Pandey, 1977)
h) Semen Portland
Semen Portland didefinisikan sebagai produk yang
didapatkan dari penggilingan halus klinker yang terdiri terutama dari kalsium
silikat hidraulikn dan mengandung satu atau dua bentuk kalsium silikat sebagai
tambahan antargiling (Austin, 1996)
Semen
Portland terutama terdiri dari oksida
kapur (CaO), oksida silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3)
dan oksida besi (Fe2O3).
Kandungan dari keempat oksida tersebut kurang lebih 95% dari berat semen
dan biasanya disebut major oxides,
sedangkan sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida magnesium dan oksida lain.
Komposisi kimia semen Portland mempunyai batasan seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Komposisi semen Portland
Oksida
|
Komposisi
(% berat)
|
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
Na2O+K2O
TiO2
P2O5
SO3
|
60-67
17-25
3-8
0,5-6
0,1-5,5
0,5-1,3
0,1-0,4
0,1-0,2
1-3
|
(SNI 15-2049, 1994)
Keempat oksida utama tersebut pada semen akan membentuk senyawa-senyawa
yang biasa disebut :
a.
Trikalsium
Silikat, 3CaO. SiO2 disingkat C3S (Alite)
Sifat C3S apabila ditambahkan air akan menjadi kaku dan dalam
beberapa jam saja pasta akan mengeras. C3S menunjang kekuatan awal
semen dan menimbulkan panas hidrasi ± 500 joule/gram. Kandungan C3S
pada semen portland bervariasi
35%-55% tergantung pada jenis semen portland.
b. Dikalsium Silikat, 2CaO. SiO2 disingkat C2S (Belite)
Jika bereaksi dengan air menyebabkan pasta mengeras dan menimbulkan
sedikit panas yaitu ± 350 joule/gram. Kekuatan tekan akhir hampir sama seperti
C3S. Kandungan C2S pada semen portland bervariasi antara 15%-35% dan rata-rata 25%.
c. Trikalsium Aluminat, 3CaO. Al2O3 disingkat C3A
C3A
dengan air akan bereaksi menimbulkan panas hidrasi yang tinggi yaitu ±1350
joule/gram. Kandungan C3A pada semen Portland bervariasi antara 7%-15%.
d.
Tetra Kalsium Alumino Ferrite, 4CaO. Al2O3.
Fe2O3, disingkat C4AF
Bereaksi cepat dengan air dan pasta terbentuk dalam beberapa menit,
menimbulkan panas hidrasi ± 160 joule/gram. Warna abu-abu pada semen
dipengaruhi oleh C4AF.
Kandungan C4AF pada semen Portland
bervariasi antara 5% - 10% dan rata-rata 8%.
Di Amerika Serikat terdapat lima tipe umum semen portland yang memiliki
spesifikasi tertentu dan didesain oleh ASTM Specification
C 150-63 sebagai berikut:
a) Tipe I (Ordinary
Portland Semen)
Semen tipe I digunakan untuk bangunan biasa. Semen ini ada beberapa jenis pula, misalnya semen putih yang
kandungan feri oksidanya lebih kecil, semen sumur minyak, semen cepat keras dan
beberapa jenis lain untuk penggunaan khusus (Austin, 1996)
b) Tipe II (Moderate heat Portland Cement)
Digunakan untuk kondisi yang memerlukan kalor hidrasi yang tidak terlalu
tinggi dari yang digunakan untuk tipe I dan penggilingannyapun lebih halus dari
tipe I. Kalor yang dilepas pada waktu
semen ini mengeras tidak boleh lebih dari 295 j/g sesudah 7 hari dan 335 j/g
setelah 28 hari (Austin,1996).
c) Tipe III (High Early Strength Portland Cement)
Kandungan C3S tipe ini lebih tinggi dibanding semen tipe lainnya sehingga
cepat keras dan cepat mengeluarkan panas (Austin, 1996). High Early Strength Portland Cement tersusun atas 6% MgO, 3,5-4,5%
Al2O3, 35% C3S, 40% C2S, dan 15% C3A.
Semen tipe ini cocok digunakan untuk pembangunan gedung-gedung besar dan
pondasi pembetonan pada udara dingin.
d) Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
Low heat portland cement adalah
semen portland yang digunakan untuk
bangunan dengan panas hiderasi rendah
misalnya pada bangunan beton besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan. Kandungan C2S
dan C3A nya lebih rendah sehingga pengeluaran kalornya lebih rendah
(Austin, 1996). Semen tipe ini tersusun
atas 6,5% MgO, 2,3% SO3 dan 7% C3A.
e) Tipe V (Shulpato
Resistance Portland Cement)
Adalah semen yang karena komposisinya atau cara pengolahannya lebih tahan
terhadap sulfat daripada keempat jenis lainnya (Austin, 1996). Kandungan C3A lebih rendah
dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya, sering digunakan untuk bangunan di
daerah yang kandungan sulfatnya tinggi, misalnya: pelabuhan, terowongan, pengeboran di laut dan bangunan
pada musim panas. Shulpato Resistance
Portland Cement tersusun atas 6% MgO, 2,3% SO3, 5% C3A.
Kualitas semen portland
ditentukan oleh sifat kimia senyawa utama (senyawa potensial) dan sifat fisika
suatu masa yang dihasilkan. Sifat kimia senyawa utama berperan dalam reaksi
hidrasi, sedangkan sifat fisiknya akan tampak ketika semen portland tersebut digunakan.
2.5
Sifat – sifat Semen
2.5.1
Sifat Fisika Semen
a.
Hidrasi Semen
Jika semen dicampur dengan air maka akan terjadi reaksi antara
komponen-komponen semen dengan air, reaksi ini disebut reaksi hidrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrasi semen
adalah Jumlah air, kehalusan semen, temperature
dan bahan aditif yang ditambahkan. Kecepatan
hidrasi perlu diketahui untuk menentukan
waktu pengikatan awal dan pengerasan semen
b.
Setting
dan Hardening
Proses
setting dan hardening terjadi karena adanya pembentukan komponen hidrat yang dihasilkan
dari reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta
yang elastis dan dapat dibentuk (workable),
sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tersebut tidak berubah dan
periode ini sering dinamakan dormant
periode. Pada tahapan selanjutnya pasta mulai menjadi kaku walau masih ada
yang lemah, tetapi sudah tidak dapat dikerjakan (unworkable), kondisi ini dinamakan initial set. Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya
sehingga didapat padatan yang utuh, kondisi ini dinamakan final set. Proses pengerasan berjalan terus dan sejalan dengan
waktu akan diperoleh kekuatan, proses ini dikenal dengan nama hardening. Hasil padatan tersebut biasa
disebut hardened cement paste atau cement stone. Jika pada pasta semen
ditambahkan pasir dan agregat maka sifat cement
stone akan meningkat (Locher and Kropp, 1986).
c.
Panas Hidrasi
Panas
hidrasi adalah panas yang terbentuk dari reaksi hidrasi yang besarnya
bergantung pada komposisi semen, tipe semen, kehalusan semen dan jumlah air
yang ditambahkan. Pada komposisi kimia semen yang menghasilkan panas hidrasi
terbesar adalah C3A dan terkecil adalah C3S.
Tabel 2.2 Panas
Hidrasi yang dihasilkan
Komponen
|
Senyawa hidrat yang terbentuk
|
Panas hidrasi (kj/kg)
|
C3S (+H)
|
C‑S‑H + CH
|
520
|
ß‑C2S (+H)
|
C‑S‑H + CH
|
260
|
C3A (+CH+H)
|
C4AH19
|
1160
|
C3A (+H)
|
C3AH6
|
910
|
C3A (+CSH2+H)
|
C4ASH12
|
1140
|
C3A (+CSH2+H)
|
C6AS3H32
|
1670
|
C3AF (+CH+H)
|
C3(A2F)H6
|
420
|
(Sumber : Arnold, 1998)
d.
Penyusutan (shrinkage)
Ada
3 jenis penyusutan atau pengkerutan yang terjadi pada semen dalam campuran
semen dengan air yaitu :
v
Drying
Shrinkage
v
Hydration
Shrinkage
v
Carbonation
Shrinkage
Faktor
yang mempengaruhi shringkage adalah
komposisi semen, jumlah campuran air dan kandungan C3A yang tinggi.
Penyusutan terjadi karena penguapan selama setting
dan hardening.
e.
Kelembaban
Kelembapan
semen akan berakibat:
v
Menurunkan specific
gravity.
v
Terjadi false
set.
v
Terbentuknya gumpalan-gumpalan
v
Menurunnya kualitas semen
v
Bertambahnya loss
on ignition
v
Bertambahnya setting
time dan hardening
v
Penurunan tekanan.
f.
Daya tahan terhadap asam sulfat
Pada
umumnya daya tahan beton terhadap asam sulfat sangat lemah, sehingga mudah
terdekomposisi. Senyawa sulfat bereaksi dengan Ca(OH)2 dan calcium aluminate hydrat, sehingga akan
terjadi pengembangan volume dan menyebabkan terjadinya keretakan pada beton.
Oleh sebab itu, dibuatlah jenis semen lain yang dapat mengatasi masalah
tersebut, biasanya dipergunakan untuk daerah dengan kadar asam sulfat tinggi,
misalnya daerah pantai. Semen tahan sulfat adalah semen yang mengandung C3A
rendah atau slag tinggi (minimal
65%b) (Locher and Kropp, 1986)
g.
Kuat Tekan
Kuat
tekan merupakan kemampuan semen menahan suatu beban tekan. Cement gel merupakan dasar kekuatan semen. Cement gel terbentuk dari rangka lanjutan calcium silicate hydrat dan calcium
aluminate hydrat (Locher and Kropp, 1986).
Kuat
tekan semen sangat dipengaruhi oleh komponen kimia semen yaitu C3S
dan C2S. Untuk komponen C3S memberikan kuat tekan awal
pada semen sedangkan untuk C2S kuat tekan akhir yang hampir sama
dengan C3S. Komponen C3A berpengaruh pada kecepatan
pengerasan semen dan C3AF berpengaruh pada warna semen (Austin, 1985)
h.
Specific
gravity
Specific gravity digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh kesempurnaan pembakaran clinker
serta untuk mengetahui apakah clinker
tercampur dengan baik.
i.
Kehalusan semen (Blaine)
Kehalusan
semen erat sekali hubungannya dengan sifat-sifat fisis semen, terutama dengan
kekuatannya. Semakin halus semen maka akan menyebabkan kekuatan semen
meningkat, makin tinggi panas hidrasi dan kebutuhan air , setting time makin
singkat dan Drying shringkage lebih
mudah terjadi sehingga menyebabkan keretakan beton. Semen yang mempunyai kehalusan terlalu tinggi
akan mudah menyerap air dan CO2 dari udara, dan apabila kurang halus
plastisitas dan kestabilannya akan berkurang. Maka disarankan kehalusan semen
sekitar 3400-3600 cm2/gr.
j.
False Set
False
set adalah proses pengerasan adonan semen dengan cepat. False set dapat
dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali karbonat tidak
terbentuk di dalam semen.
2.5.2
Sifat-sifat
Kimia Semen
a.
Hilang Pijar (Lost on ignition / LOI)
Nilai LOI pada semen Portland menunjukkan
presentase hilang massa dari sebuah sampel semen setelah dipanaskan hingga suhu
1000C. Hilang massa ini
disebabkan hilangnya kandungan air dan CO2 yang terdapat pada sampel
semen. Nilai LOI untuk semen portland
komersial harus lebih kecil dari 5%, jika lebih besar dari nilai ini maka laju
pengerasan semen akan terpengaruh.
b.
Residu yang tidak larut (Insoluble residue/IR)
Nilai
IR ini menyatakan fraksi semen portland
yang tidak dapat larut dalam HCl. Hampir
semua komponen tanah liat atau yang mengandung silika tidak larut dalam HCl,
tapi setelah proses pembakaran menjadi clinker,
semua mineral menjadi larut dalam HCl. Berarti nilai IR menyatakan jumlah
material pengotor selain mineral-mineral campuran bahan bakar yang tidak
disengaja masuk ke dalam produk.
c.
Magnesium oksida
Kandungan
MgO maksimal dalam semen portland adalah 5%,
bila lebih dari itu maka akan terbentuk MgO yang dikenal dengan istilah
periclase. Periclase sangat merugikan karena menyebabkan keretakan.
d.
Modulus
Cement
Modulus cement adalah
senyawa-senyawa utama dalam semen yang digunakan untuk menentukan jenis semen.
Senyawa ini terdiri dari C3S, C2S, C3A, C4AF,
yang terbentuk dari CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
Modulus yang dipakai dalam semen adalah :
v
Hidroulic
Modulus (HM)
HM = _______CaO_______
SiO2 +
Al2O3 + Fe2O3
Umumnya harga HM berkisar antara 1,7-2,3. Apabila harga HM > 2,3 maka mengindikasikan
adanya CaO yang relatif tinggi terhadap oksida lain sehingga akan menyebabkan
kuat tekan awal tinggi, daya tahan terhadap senyawa kimia berkurang, panas
hidrasi tinggi dan daya ekspansi tinggi. Sedangkan apabila HM < 1,7 akan
mengakibatkan kadar CaO bebas cenderung rendah kebutuhan panas rendah, kuat
tekan semen rendah
v
Silika
Modulus
SM = _______SiO2________
SiO2
+ Al2O3 + Fe2O3
Modulus ini mengidentifikasikan perbandingan antara fase
cair pada suhu klinkerisasi, karena pada suhu tersebut SiO2 masih
dalam fase padat, sedangkan Al2O3 dan Fe2O3
sudah berada pada fase cair. Perubahan sifat dapat menyebabkan
perubahan-perubahan pada bentuk coating
di burning zone dan burnability dari
terak. Pembentukan ring coating di dalam tanur biasanya dapat
dipantau dari perubahan SM terak.
v
Iron
Modulus
IM = __Al2O3_
Fe2O3
Harga IM sangat mempengaruhi komposisi fase cair dalam
proses pembakaran clinker. Harga IM
berkisar antara 1,5-2,5 tetapi disarankan 1,5-1,6. Semen yang mempunyai harga
IM tinggi mengakibatkan berkurangnya fase cair sebagai medium reaksi sehingga
menyulitkan proses pembakaran atau pengerasan yang cepat sehingga diperlukan
gypsum dalam jumlah yang besar.
e.
Faktor Penjenuhan Kapur ( Lime Saturation Faktor = LSF)
v LSF =
__________CaO – 0,7 SO3________
2,8 SiO2 + 1,2 Al2O3
+ 0,64 Fe2O3
LSF adalah nilai yang menunjukkan perbandingan CaO nyata dengan CaO
teroritis paling tinggi yang dapat mengikat oksida-oksida SiO2, Al2O3,
dan Fe2O3. Perhitungan LSF didasarkan pada anggapan
kondisi pembakaran clinker sempurna,
homogenitas bahan baku baik dan CaO bebas pada clinker sama dengan 0. Harga LSF antara 0,66-1,2 tetapi disarankan
0,92-0,96. Free lime disebabkan oleh
harga LSF yang lebih besar dari 1,0. Semakin tinggi harga-harga LSF biasanya
kekuatan semen semakin baik dan membutuhkan panas yang lebih tinggi pada proses
pembakaran clinker.
Pengaruh pada terak apabila LSF > 0,99:
- Material
sukar dibakar
- Sulit
membentuk coating, sehingga panas
radiasi yang hilang dari dinding tanur meningkat.
- Kadar
CaO bebas cenderung naik
- Kadar
C3S naik sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi semen meningkat
- Biasanya
digunakan untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi semen kadar abu batu
bara (fly ash) yang tinggi
Dan bila LSF < 190:
- Tepung
baku mudah dibakar, mengakibatkan kebutuhan panas rendah
- Fase
cair di burning zone berlebih dan kadar C2S naik secara proporsional
- Panas
hidrasi semen cenderung rendah
f.
Sulfat trioksida (SO3)
Gypsum memberikan sumbangan SO3
terbesar di dalam semen, sedangkan IDO maupun batu bara mengandung sedikit SO3.
Kandungan SO3 yang optimum akan menyebabkan meningkatnya kekuatan
tekan awal, mengurangi penyusutan, meningkatkan soudness dan kandungan SO3 dalam semen 2,2%
g.
Alkali (Na2O dan K2O)
Kandungan alkali maksimum 1% tetapi disarankan 0,2-0,3%. Makin tinggi
kandungan alkali akan memperbaiki burnability
pada suhu rendah dan menaikkan liquid
contact membentuk coating.
h.
Free
Lime
Kapur bebas terjadi apabila bahan mentah mengandung lebih banyak kapur
daripada oksida silika alumina dan besi. Pada reaksi hidrasi, kapur bebas akan membentuk
Ca(OH)2 yang mempunyai volume lebih besar dari CaO, sehingga
menyebabkan ekspansi semen (unsoundness)
dan menimbulakan cracking.
BAB III
DESKRIPSI PROSES
3.1 Konsep Proses
3.1.1
Proses Pembuatan Semen
PT. Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant 11, Cirebon
menggunakan proses kontinyu dimana
seluruh sistemnya dikendalikan oleh Central
Control Room (CCR). PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Plant 11, Citeureup, Bogor
memproduksi semen Portland Composite
Cement (PCC), pembuatan semen
yang digunakan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant
11, Citeureup, Bogor adalah proses kering.
Pada proses kering kandungan air tepung
baku yang diumpankan dalam Kiln
sekitar 0,5 – 1 %.
3.1.2
Langkah-Langkah Proses
Secara garis besar, proses pembuatan
semen melalui tahap-tahap :
1. Penambangan dan penyediaan bahan baku (Unit Mining)
2. Pengeringan dan penggilingan bahan baku (Unit Raw Mill)
3. Pembakaran tepung baku dan pendinginan (Unit
Kiln)
4. Penggilingan akhir (Unit Finish Mill)
5. Pengantongan semen (Unit Packing)
Gambar 3.1 Diagram Proses
3.2
Unit
Mining
Sumber bahan baku PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. berasal dari
daerah perbukitan sekitar lokasi pabrik yang mengandung batu kapur, tanah liat
dan silika. Selain ketiga bahan tersebut juga digunakan pasir besi, iron ore, trass dan gypsum sebagai
bahan baku aditif.
3.2.1
Penambangan
Batu Kapur
Batu kapur ditambang di
Quarry D yang berjarak sekitar 5 km
dari pabrik untuk memenuhi kebutuhan batu kapur yang mencapai 450.000 ton per
hari. Batu kapur bersifat sangat keras sehingga perlu proses peledakan.
Penambangan batu kapur melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Proses Penambangan Batu Kapur
b.
Pengupasan (Stripping)
Stripping yaitu proses pengupasan lapisan
tanah bagian atas yang berupa tanaman dan rumput-rumputan dengan ketinggian
kurang lebih 0,5 meter. Tujuan pengupasan ini adalah untuk menjaga agar batu
kapur tidak tercampur dengan tanah yang dapat menurunkan kadar CaO-nya. Pada
tahap pengupasan ini dilakukan dengan Bulldozer
jenis Cater Pillar D8R type. Pada bagian depan Bulldozer terdapat pisau penggusur
lapisan tanah, sehingga dengan menggunakan silinder pengangkutan pisau gusur
lapisan tanah yang telah digusur kemudian dibuang sehingga batu kapur terpisah
dari lapisan tanah tersebut.
c.
Pengeboran (Drilling)
Tahap ini bertujuan membuat lubang tembak untuk dimasukkan bahan peledak.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk Plant 11, Citeureup,
Bogor pengeboran
dilakukan dengan menggunakan alat CompressorRockDrill yang digerakkan
dengan udara tekan dari Compressor. Kedalaman lubang ini
mencapai 9 - 13 meter dengan luas sekitar 3 x 6,75 inchi dengan
sudut kemiringan 600 dan jarak antara lubang adalah 3 meter,
sedangkan luas area yang akan diledakkan tergantung dari banyaknya batu kapur
yang dibutuhkan. Dimana kebutuhan batu kapur ini ditentukan oleh Departemen Quality Control.
d.
Peledakan (Blasting)
Proses peledakan
bertujuan untuk memecahkan material dari bongkahan besar menjadi bongkahan yang
berukuran kurang lebih 1 meter. Peledakan dilakukan untuk membongkar batuan
kapur dari batuan induk dengan kekerasan tinggi. Cara peledakan yaitu :
Ø
Pertama
kali adalah menentukan area yang akan diledakkan.
Ø
Membuat
lubang sedalam 10-12 meter, diameter lubang 10 cm dengan sudut kemiringan 600
dan jarak antara lubang 3 meter.
Ø
Setelah
membuat lubang selesai, tahap selanjutnya adalah pemasukkan bahan peledak ke
dalam lubang bor. Bahan peledak yang digunakan adalah :
-
Dinamit (Demotion)
atau TNT (Trinitrotoluene) sebagai
bahan peledak.
-
Ammonium
Nitrate Fuel Oil (ANFO) merupakan bahan peledak dengan campuran amonium
nitrat 94 - 95 % dan solar 5 - 6 %.
-
Detonator
listrik sebagai alat pemicu ledakan.
-
Blasting
Machine sebagai penimbul arus listrik untuk detonator listrik.
-
Kabel untuk menyalurkan arus listrik dari blasting machine ke detonator listrik.
-
Blasting
Ohm meter untuk menguji kesempurnaan rangkaian peledak.
Ø
Sebelum
lubang bor diisi dengan bahan peledak, sebaiknya dicek terlebih dahulu didalam
lubang tersebut terdapat air atau tidak. Untuk mengetahuinya dilakukan dengan
cara melempar batu kecil ke dalam lubang bor tersebut. Apabila terdengar suara
gemericik air maka menandakan lubang tersebut terdapat air dan sebaliknya bila
tidak terdengar suara gemericik air maka itu menandakan bahwa lubang bor
kering. Untuk lubang bor yang terdapat air, maka sebelum powergel
dimasukkan maka ditimbun dengan DANFO terlebih dahulu sampai air tersebut dapat
tertutupi. Namun jika air terlalu tinggi atau mencapai setengah dari tinggi
lubang maka lubang tersebut tidak akan digunakan. Setelah itu, powergel
sebagai bahan peledak primer dimasukkan ke dalam lubang pengeboran terlebih dahulu
dimasukkan detonator di bagian tengahnya. Setelah powergel dan detonator
dimasukkan ke dalam lubang pengeboran, kemudian lubang ditimbun dengan
menggunakan DANFO hingga 3/4 lubang, kemudian ditutup kembali dengan lime stone
sampai lubang tertutup rapat.
Ø
Menghubungkan
antar lubang yang satu dengan lubang yang lainnya dengan kabel.
Ø
Menghubungkan
kabel yang telah tersambung dengan Blasting Machine Type t-200.
Ø
Menekan
tombol pada BlastingMachine sehingga dapat menimbulkan arus listrik
untuk peledakan.
e.
Pemuatan (Loading) dan Pengangkutan (Houling)
Setelah dilakukan
peledakan maka diperoleh hasil batu kapur yang mempunyai ukuran bervariasi.
Batuan hasil peledakan yang sesuai ukurannya yaitu kurang lebih berdiameter 1 m diangkut dengan menggunakan Wheel Loader jenis Caterpillar Type
988 B
dengan kapasitas munjung mangkok ± 10-12 ton per bucket, yang selanjutnya dimuat dengan menggunakan Dump Truck. Sedangkan batuan hasil peledakan yang
mempunyai ukuran lebih dari 1 meter dilakukan penghancuran untuk
mempermudah pengangkutan dengan menggunakan Rock Breaker (Excavator yang
ujungnya diganti dengan Hammer). Dump Truck yang digunakan untuk
pengangkutan batuan menuju Crusher adalah
jenis Caterpillar Type 769 C dengan
kapasitas muat bak maksimal adalah 35 ton. Untuk mencapai target dump truck yang berkapasitas 30 – 60 ton maka diperlukan ± 3x pengisian ke dalam dump truck. Setelah itu batu kapur
dibawa sampai ke tempat penghancuran (Crusher)
untuk diperkecil ukurannya sampai 25 mm.
f.
Penghancuran batu kapur (Crushing)
Tahapan
ini bertujuan mereduksi ukuran batuan menjadi produk yang diharapkan mencapai
ukuran maksimum 80 mm dengan alat crusher:
-
Impact
Crusher dengan kapasitas 1200 ton/jam
-
Double
Shaft Hammer Crusher dengan kapasitas 7500 ton/jam
-
Jaw
Crusher dengan kapasitas 35 ton/jam
g.
Pengiriman batu kapur ke plant (Conveying)
Conveyor yang digunakan adalah belt conveyor DP-2 system dan DP-102 system.
Kapasitas DP-2 adalah 2.000 ton/jam dan DP-102 adalah 2.500 ton/jam. Sebagian
batu kapur dikirim ke plant dan
sebagian ditampung dalam Intermediate
Storage Quarry D. Tujuan penyimpanan sementara adalah pengontrolan kualitas
batu kapur yang akan dikirim. Batu kapur di plant
disimpan dalam bangunan berbentuk sirkular. Dalam bangunan ini material
mengalami prehomogenasi pertama. Batu kapur disusun membentuk susunan pile yang memanjang dengan metode chevron menggunalan stacker sedangkan untuk mengambil material digunakan reclaimer atau scrapper. Kemudian, material dimasukkan dalam hopper dengan appron conveyor.
3.2.2
Penambangan
Tanah Liat di Hambalang
Kegiatan penambangan yang utama
adalah:
Gambar 3.3 Proses Penambangan Tanah Liat
a.
Pembongkaran batuan
Tahap
ini umumnya dilakukan menggunakan bulldozer,
atau dapat juga menggunakan alat bor dan dengan peledakan.
b.
Pemuatan
Pemuatan
material ini umumnya menggunakan alat wheel loader Caterpillar 966 D
dan excavator Caterpillar tipe 245.
c.
Pengangkutan material
Pengangkutan
material dari lokasi penambangan ke crusher
dilakukan dengan dump truck Komatsu
HD 200 yang mempunyai kapasitas 200 ton.
d.
Pengecilan ukuran
Pengecilan
ukuran batuan hasil penambangan di Hambalang dilakukan dalam dua tahap untuk
memperoleh produk penggilingan dengan spesifikasi tertentu. Penggilingan ini
memakai double roll crusher dengan
kapasitas 1000 ton/jam.
e.
Pengiriman tanah liat
Pengiriman material dari Hambalang
menggunakan conveyor HP 1 sistem yang
panjangnya sekitar 5,5 km dengan kapasitas design
2000 ton/jam.
3.2.3
Penyediaan Pasir Silica
Pasir silika
merupakan bahan korektif yang berfungsi untuk menaikkan kadar silika (SiO2)
dalam campuran bahan baku, karena SiO2 dari tanah liat tidak
memenuhi.
Pasir Silika
tersebut kemudian disimpan dalam Open Yard. Dari Open Yard pasir silika kemudian diangkut
ke Crusher untuk dihancurkan. Jenis Crusher yang digunakan sama
dengan yang digunakan pada tanah liat yaitu Impeller
Breaker Tipe Kawasaki KSB -1615 dengan kecepatan 200 ton/jam. Kemudian pasir
silika yang telah dihancurkan, diangkut dengan menggunakan Belt Conveyor untuk ditimbun dalam bentuk pile
di dalam Roofed Storage.
Pasir silika yang
telah ditimbun diambil dengan menggunakan Reclaimer Slide Scrapper Type, Reclaimer jenis ini bergerak naik turun
untuk merontokkan material. Setelah itu ditumpahkan ke Belt Conveyor dan diangkut ke Feed Hopper.
3.2.4
Penyediaan
Pasir Besi
Pada PT. Indocement
Tunggal Prakarsa Plant 11, Citereup, Bogor
pasir besi digunakan
sebagai bahan korektif. Pasir besi juga berfungsi untuk membentuk warna semen. Kebutuhan
pasir besi diperoleh dari PT. Aneka Tambang, Cilacap. Pasir besi tersebut kemudian disimpan dalam Open Yard. Dari Open Yard, pasir besi diangkut dengan
menggunakan Dump Truck untuk ditimbun dalam bentuk pile
di dalam Roofed Storage
( RS ). Dari Roofed Storage pasir besi tidak diambil
menggunakan Reclaimer melainkan
diangkut dengan menggunakan wheelloader kemudian dimasukkan ke Belt Feeder. Dari Belt Feeder pasir besi menuju ke FeedHopper
dengan menggunakan Belt Conveyor.
3.2.5
Penyediaan Gypsum
Gypsum merupakan hidrat sulfat (CaSO4.2H2O)
digunakan sebagai bahan pembantu yang berfungsi sebagai retarder atau memperlambat waktu pengerasan semen. Penggunaan
gypsum 3 - 5% dari berat clinker.
Gypsum yang digunakan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 11,
Citeureup, Bogor adalah gypsum sintetis yang diperoleh dari PT.
Petrokimia Gresik. Gypsum tersebut kemudian
disimpan dalam storage, gypsum diangkut menggunakan WheelLoader menuju Gypsum Hopper.
3.2.6
Penyediaan Trass
Trass berasal dari
lahar gunung berapi sehingga mempunyai SiO2 aktif yang dapat
berikatan dengan free lime membentuk CaO.SiO2 yang
selanjutnya akan berikatan dengan CaO membentuk C2S. Trass yang
digunakan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 11,
Citeureup, Bogor diperoleh dari daerah Brobos, Palimanan, Cirebon. Trass
yang diperoleh sudah berukuran seragam sehingga dapat langsung disimpan dalam
tempat penyimpanan beratap. Dari Roof
Storage trass diangkut menggunakan Wheel Loader menuju Additive
Hopper.
3.3 Unit Raw Mill
Bahan baku tersebut harus melalui proses penggilingan dan
pengeringan sebelum ke kiln. Hal ini
dimaksudkan untuk:
a.
Mengeringkan bahan baku hingga kadar airnya tidak
boleh >1%.
b.
Mereduksi ukuran bahan baku hingga ukurannya 170
mesh (90 mikron) untuk mempercepat proses pembakaran di kiln.
c.
Mencampur bahan baku dengan perbandingan
tertentu.
d.
Memperoleh campuran yang lebih homogen.
3.3.1 Tahap Pengeringan
dan Penggilingan
Proses pengeringan berlangsung dalam rotary drier dan impact drier
dan penggilingan berlangsung dalam raw
grinding mill dengan memanfaatkan sisa gas panas dari exhaust gas suspension preheater dengan suhu 350 – 3800C.
Langkah-langkah proses
pengeringan yang dilakukan terhadap raw
material adalah :
·
Batu kapur dari tempat penyimpanan (limestone storage) digaruk oleh reclaimer ke belt conveyor. Kemudian diteruskan ke impact drier untuk memperkecil ukuran menjadi 30 mm dengan kadar
air 5 – 6,5 %.
·
Tanah liat diangkut oleh over head crane dimasukkan ke double
roll crusher, dan kemudian melalui belt
conveyor menuju rotary drier
dimana terjadi pengeringan secara cocurrent
oleh gas panas dari suspension preheater
dengan suhu sekitar 3750C. Setelah keluar dari rotary drier, tanah liat dimasukkan ke storage bin dengan belt
conveyor, lalu menuju hopper
dengan bucket elevator. Gas buang
dari rotary drier diusahakan bersuhu
sekitar 1100C agar tidak terjadi pengembunan uap air sehingga
mengganggu ducting gas buang ke electrostatic precipitator (EP).
·
Silica
sand dan pyrite cinder atau besi oksida langsung dimasukkan ke dalam hopper dengan menggunakan over head crane dan belt conveyor.
·
Bahan
baku dari tiap-tiap Hopper yang masing-masing berisi batu kapur, tanah
liat, pasir besi dan pasir silika dikeluarkan dan ditimbang dengan menggunakan WeighingFeeder.
Banyaknya material yang ditimbang diatur sesuai dengan proporsi yang telah
ditentukan oleh Departemen Quality Control. Dari WeighingFeeder,
batu kapur, tanah liat dan pasir silika kemudian disatukan dalam BeltConveyor
yang dilengkapi Magnet Separator dan MetalDetector.Magnet Separator akan memisahkan logam
besi yang berada dalam bahan baku, sedangkan logam-logam lain yang tidak
terpisahkan akan terdeteksi oleh MetalDetector dan sinyal yang
dihasilkan akan menghentikan BeltConveyor, selanjutnya logam dibuang
secara manual dan beltconveyor dijalankan kembali.
Sedangkan
untuk pasir besi setelah ditimbang dalam WeighingFeeder kemudian
diumpankan ke Belt Conveyor yang
hanya dilengkapi dengan MetalDetector saja. Belt Conveyor untuk pasir besi tidak dilengkapi dengan Magnet Separator, hal ini disebabkan
karena Magnet Separator berfungsi
untuk memisahkan material yang bersifat metal sehingga apabila alat ini
digunakan pada Belt Conveyor untuk
pasir besi maka semua pasir besi akan tertarik. Tepung baku yang terdiri dari
batu kapur, tanah liat, pasir silika, dan pasir besi disatukan dalam sebuah belt
conveyor untuk diumpankan ke dalam Hopper
Raw Mix. Dari Raw Mix Hopper, campuran
bahan baku diumpankan kedalam penggilingan yaitu Raw Mill melalui Belt Feeder untuk digiling dan dikeringkan.
Pada
PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant
11,
Citeureup, Bogor menggunakan sistem penggilingan tertutup (closed circuit
grinding) dengan metode penggilingan sambil dikeringkan (drying during
grinding). Tujuan dari penggilingan ini adalah untuk memperluas permukaan
sehingga dapat mempercepat reaksi pada proses pembakaran di RotaryKiln. Pada Plant 11,
pengeringan dan penggilingan tepung baku terjadi di satu alat yaitu Raw Mill.
Jenis Raw Mill yang digunakan adalah Vertical Roller Mill dengan kapasitas 280 ton/jam. Alat
ini terdiri dari sebuah Grinding Table,
tiga buah Roller penggiling dan
classifier yang terpasang
diatasnya. Material yang
masuk raw mill mempunyai kehalusan 0 – 25 mm dengan kadar air
maksimum 9,5 persen dan diinginkan produk dengan ukuran 170 mesh dengan residu
< 12 persen diatas ayakan 90 mikron dan kadar air 0,5 – 1 persen. Pengaturan
kadar air dalam Vertical Roller Mill dimaksudkan untuk memperoleh
karakteristik aliran yang baik. Material masuk berlawanan arah (counter-current) dengan aliran gas panas
yang merupakan gas buang Reinforced Suspension Preheater (RSP). Sebelum gas panas masuk Vertical Roller Mill, gas panas masuk ke
dalam stabilizer untuk diturunkan suhunya dari 4370C
menjadi 3400C untuk menurunkan temperatur gas demi menjaga
effisiensi penangakapan debu dalam EP karena pada temperature tinggi EP tidak
dapat bekerja secara optimal dalam menjaga emisi debu pengeluaran agar tetap 60 mg/Nm2.
Prinsip kerja dari Stabilizer yaitu dengan cara mengkabutkan gas panas
yang masuk ke dalam Stabilizer dengan menggunakan water spray. Gas panas berasal dariReinforced Suspensin Preheater
masuk ke Vertical Roller Mill bersuhu antara 3400C dan keluar
dari Roller Mill bersuhu maksimal 1050C.
Material yang masuk Raw Mill akan dijatuhkan ke pusat meja bundar yang
diputar oleh motor penggerak. Di atas meja tersebut tergantung tiga pasang Roller
yang berputar pada sumbunya. Proses penggilingan terjadi karena
material yang berada di atas meja yang berputar cenderung bergerak ke arah tepi
meja akibat adanya gaya sentrifugal. Pada saat melewati Roller, material
akan tergilas karena adanya gaya tekan antara Roller dan Grinding Table. Tekanan tersebut berasal
dari silinder hidraulik yang dipasang sebanyak 1 buah untuk tiap roller. Selama proses penggilingan
berlangsung, material juga dikeringkan oleh udara panas dengan suhu 340oC
yang berasal dari Suspension Preheater. Material yang telah digiling di
meja penggiling akan terbawa oleh udara
panas dari Suspension Preheater
akibat hisapan Electrostatic PrecipitatorFan
dengan kekuatan hisap 1050 mmH2O, maka material akan terbawa keatas
menuju Classifier untuk dipisahkan antara material kasar dan halus.
Disini material hasil penggilingan yang masih kasar akan terlempar ke dinding Classifier
dan dijatuhkan kembali ke meja penggilingan sedangkan material yang sudah halus
diisap oleh EP fan. Material yang terlempar dari Grinding Table dikumpulkan oleh Scrapper dan
dijatuhkan ke Truck Chain Conveyorlalu diangkut secara vertikal dengan Bucket
Elevator. Oleh Truck Chain
Conveyor lagi material dimasukkan dari atas Classifier dan dijatuhkan kembali ke meja penggiling untuk kembali
digiling. Sedangkan material halus berupa debu yang lolos dari Classifier dibawa oleh aliran gas panas
menuju Electrostatic Precipitator untuk
dipisahkan gas panas dengan material halusnya.
Di dalam EP, debu yang tidak dapat tertangkap dibuang ke
udara bebas melalui chimney. Batas emisi debu adalah 70 mg/Nm2.
Prinsip kerja dari EP adalah memisahkan material dari gas panasnya dengan
menggunakan elektroda, di dalam EP terdapat 2 macam elektroda, yaitu collecting electrode dimana elektroda
ini bermuatan positif dan discharge electrode dimana elektroda ini
bermuatan negatif. Pada discharge electrode dialiri listrik arus
DC bertegangan tinggi sehingga akan terjadi perpindahan electron menuju ke collecting electrode yang bermuatan positif, aliran electron ini akan
menabrak debu yang ada diantara dua lempeng elektroda. Pada awalnya debu
bermuatan netral akibat adanya energi aktivasi besar dari debu maka debu mudah
terionisasi oleh elektron sehingga muatannya menjadi negatif. Debu yang
bermuatan negatif bergerak menuju collectingelectrode
karena adanya medan listrik antara discharge
electrode dan collecting electrode.
Selanjutnya debu bermuatan negatif ini akan menempel pada lempeng collecting electrode dalam bentuk material
halus. Karena elekroda-elektroda pada EP mengalami pemukulan secara periodik
oleh Hammer maka material halus yang
menempel pada elektroda akan terlepas dan jatuh ke rotary feeder,
kemudian oleh Truck Chain Conveyor dan Air Slide Conveyor dibawa masuk ke BeltBucket
Elevator dan dialirkan ke Homogenizing Silo untuk ditampung
serta dihomogenasi.Raw Meal masuk ke Homogenizing Silo pada suhu 850C
3.3.2 Tahap Homogenisasi
Tujuan homogenisasi adalah menghomogenkan campuran tepung baku.
Homogenisasi tepung baku terjadi secara batch
di air blending silo berkapasitas
1000 ton. Homogenisasi dilakukan secara pneumatic
dengan udara bertekanan yang dialirkan di bawah silo untuk mencegah pemampatan
material. Raw Meal hasil penggilingan di dalam Vertical Roller Mill disimpan dalam dua
buah Homogenizing Silo dengan
kapasitas masing-masing silo adalah
10.000 ton dan ketinggian 44 m. Homogenizing
pada silo pada prinsipnya merupakan
sistem aliran masuk dan aliran keluar dengan menggunakan proses udara tekan
yang dihasilkan oleh blower sehingga
terjadi proses aerasi dengan prinsip fluidasi yaitu proses pengadukan atau
pencampuran material berdasarkan atas perbedaan lapisan-lapisan pada saat
material tersebut mendapat tekanan yang tinggi dan pada akhirnya RawMeal akan homogen.
Raw Meal masuk ke Homogenizing Silo pada suhu 850C
dan keluar dari Homogenizing Silo
pada suhu 850C juga. Pada
Homogenizing Silo dilengkapi dengan
enam buah Gate Opening Continues
Adjusment (Flow Control Gate).
Tetapi gate yang dibuka hanya dua
saluran atau gate yang saling
berhadapan dengan pengaturan bergantian selama 15 menit. Setelah 15 menit Control Gate akan menutup dan digantikan
oleh dua Control Gate lain yang
berlawanan arah.
Raw meal
masuk dari atas Homogenizing Silo
mengalir melalui Air Sliding Conveyor
yang saling berhadapan dan membentuk lapisan-lapisan material kemudian dua control gate yang berlawanan arah
dibuka. Pada bagian bawah Homogenizing
Silo terdapat dua buah Blower
yang memberikan udara bertekanan 6000 mmH2O, dimana di atas Blower terdapat kanvas yang tidak dapat dilalui oleh Raw Meal dan hanya udara saja yang dapat menembus Kanvas tersebut. Adanya
udara dari blower mengakibatkan
terjadinya kolakan material di atasnya. Raw
Meal akan tertekan ke bawah dan mengalami proses pengadukan dengan udara
tekan, maka Raw Meal ini akan
mengalami pencampuran sehingga material terdistribusi secara merata. Semakin
banyak lapisan atau layer maka
semakin homogen materialnya. Selanjutnya Raw
Meal yang telah mengalami homogenisasi ditransportasikan ke KilnFeedBin melalui Air Sliding Conveyor, Bucket Elevator kemudian Air Sliding Conveyor. Raw meal dari Kiln Feed Bin masuk ke dalam Weighing Feeder untuk ditimbang. Dari Weighing Feeder, Raw Meal diangkut dengan Air Sliding Conveyor lalu ke Air
Lift menuju Reinforced Suspension Preheater (RSP)
Proses homogenisasi
memilki beberapa keuntungan :
·
Mutu klinker lebih baik, seragam, mudah dibakar,
dan mudah digiling.
·
Penghematan bahan bakar.
·
Proses pembakaran lebih stabil dalam waktu yang
lama.
·
Bata tahan api lebih tahan lama (awet) karena
operasi kiln lebih stabil.
Material
yang sudah homogen dimasukkan ke dalam
storage silo.
Langkah-langkah
proses pengeringan pada unit raw mill
dapat dilihat pada diagram blok di bawah ini :
Gambar 3.4 Diagram Alir Unit Raw Mill
3.4 Unit Kiln
Tahap-tahap proses ini dimaksudkan untuk mereaksikan bahan
baku (raw meal) sehingga terbentuk
klinker dengan kandungan C3S, C2S, C3A dan C4AF
tertentu.
Proses
ini terdiri dari dua tahap, yaitu :
3.4.1 Tahap Pembentukan
Klinker
Proses pembentukan terjadi dalam beberapa tahap proses,
yaitu:
a.
Pemanasan awal dan penguapan air yang terjadi di
suspension preheater.
b.
Kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater.
c.
Kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln.
d.
Transisi terjadi di rotary kiln.
e.
Proses sintering
terjadi di rotary kiln.
f.
Proses pendinginan terjadi di air quenching cooler.
Umpan tepung baku dari storage
silo (kiln feed) dialirkan air slide
conveyor ke feed tank (tempat
penampungan sementara) dan kemudian dikeluarkan menuju weighing feeder. Setelah itu laju aliran material menuju bucket elevator dan kemudian dimasukkan
ke suspension preheater.
Tepung baku masuk ke suspension
preheater melalui saluran penghubung (connecting
duct) pada cyclone 3 dan 4.
Sistem suspension preheater terdiri
dari 4 cyclone yang berhubungan satu
dengan yang lain secara bertingkat. Tepung baku mengalami pemanasan secara
berulang di sepanjang tingkatan cyclone
dan material terpisah dari gas panas dengan gaya tangensial. Proses pemindahan
panas (heat exchanger) yang efektif
berlangsung pada saat raw meal
melayang dalam aliran sisa gas panas dari kiln.
Pada cyclone preheater,
raw meal diumpankan ke dalam inlet gas pipe. Proses pemindahan panas
berlangsung secara counter current pada inlet gas pipe ini dan selanjutnya
di dalam cyclone, raw meal dipisahkan
dari gas dimana keduanya mempunyai temperatur yang hampir sama.
Sisa gas panas keluar karena hisapan suspension preheater fan dan digunakan kembali untuk pengeringan
dan penggilingan di raw mill. Begitu
seterusnya sampai semua cyclone
dilewati, kemudian tepung baku masuk ke kiln.
Keuntungan unit suspension preheater :
·
Sisa gas panas dari suspension preheater dapat dimanfaatkan sebagai pemanas raw mil,
rotary drier, impact drier dan coal mill.
·
Rotary kiln
menjadi lebih pendek.
·
Penghematan bahan bakar.
Unit suspension preheater
dilengkapi dengan kalsinasi awal yang berfungsi untuk menaikkan derajat
material sebelum masuk ke kiln. Gas
untuk pemanasan material berasal dari pemanasan gas panas yang dihasilkan oleh coal dan sisa panas dari kiln. Jumlah total konversi kalsinasi
dari suspension preheater adalah 75 –
85 %. Keuntungan kalsinasi awal (prekalsinasi) :
·
Diameter dan panjang kiln lebih kecil sehingga mengurangi pemakaian bata tahan api di burning zone. Hal ini disebabkan
sebagian pembakaran di burning zone
telah dilakukan oleh kalsinasi awal (prekalsinasi) kira-kira 85%.
·
Diameter kiln
dan beban panas rendah, terutama untuk kiln
berkapasitas besar.
·
Waktu tinggal material dalam kiln menjadi lebih singkat.
·
Dapat menggunakan bahan bakar (alternatif fuel) berkualitas rendah
karena temperatur tidak terlalu tinggi (850 - 9000C).
·
Operasi kiln
lebih stabil.
Setelah keluar dari cyclone pertama, tepung baku akan masuk
ke dalam rotary kiln. Tepung baku
masuk ke rotary kiln melalui kiln inlet pada suhu + 900 - 10000C.
Material yang masuk dalam rotary kiln
mengalami perubahan fisika dan kimia, tergantung pada zona yang dilewatinya. Di
dalam kiln terjadi kontak antara gas
panas dan material secara kontinyu dengan arah counter current sehingga terjadi reaksi dan perpindahan panas yang
menyebabkan perubahan fisika dan kimia material sepanjang kiln.
Di rotary kiln, bahan bakar dialirkan ke alat pembakar (burner). Batubara dibakar dengan bantuan
udara primer (primer air) dari udara
bebas dan dengan bantuan primary fan
blower dan udara sekunder (secondary
air) dari cooler. Hasil
pembakaran yang berupa gas panas juga digunakan untuk pemanasan di suspension preheater, raw mill, rotary drier, impact drier dan coal mill.
Rotary kiln sebagai ruang pembakaran
utama terbagi dalam lima daerah (zona), yaitu :
1.
Zona kalsinasi lanjutan
·
Digunakan bata tahan api jenis fire clay alumina 50%.
·
Proses kalsinasi berlangsung sempurna 100%.
·
CaCO3 hampir terkonversi seluruhnya
menjadi CaO.
·
Pembentukan awal C2S.
·
Temperatur berkisar antara 800 - 9000C.
2.
Zona safety
·
Digunakan bata tahan api jenis high alumina 50 - 60%.
·
Until memastikan konversi CaCO3
menjadi CaO 100%.
·
Mulai terbentuknya C3A.
·
Menghilangkan unsur pengotor untuk menghindari
meningkatnya unsur alkali, Mn, sulfur, dan lain-lain.
3.
Zona transisi
·
Digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom 70%.
·
Material mengalami persiapan pembakaran pada
temperatur 900 - 12000C.
·
Mulai terbentuknya C2S, C3S,
C3A, dan C4AF (tetapi belum optimal).
·
Sebagian material mengalami perubahan fasa
menjadi cair, yang berfungsi sebagai pengikat di zona sintering.
4.
Zona sintering
·
Digunakan bata tahan api jenis magnesit chrom brick 90% karena memiliki
ketahanan terhadap beban panas yang tinggi, memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap serangan zat kimia, memiliki ketahanan terhadap radiasi flame dan perubahan temperatur secara
mendadak, dan lebih sensitif melawan deformasi kiln shell.
·
Mulai terbentuknya C2S, C3S,
C3A, dan C4AF pada temperatur 1200 - 14500C.
5.
Zona cooling
·
Digunakan bata tahan api jenis high alumina brick dengan kandungan Al2O3
90 - 95% karena memiliki ketahanan yang baik terhadap perubahan temperatur dan
memilki porositas yang rendah sehingga memilki ketahanan yang baik terhadap
serangan zat kimia.
·
Material mengalami pendinginan sampai 12000C.
(Diktat Kiln Simulation
I)
Untuk proses pembakaran ini bahan bakar yang
digunakan adalah IDO pada awal proses dan coal
pada keadaan steady state. Dari ujung
yang berlawanan arah dengan meal,
disemprotkan gas hasil pembakaran coal
tersebut dengan udara. Udara pembakaran berasal dari udara primer yang
dihembuskan oleh primary blower.
3.4.2 Tahap Pendinginan
Klinker
Pada plant
1 dan plant 2, klinker yang terbentuk
pada proses pembakaran mengalami pendinginan pada grate cooler dengan sistem Air
Quenching Cooler (AQC) dengan sumber pendingin berasal dari 5 cooling fan untuk :
·
Menghindari terurainya C3S menjadi C2S
yang dapat menyebabkan klinker menjadi terlalu keras.
·
Menjaga keawetan peralatan transportasi dan
penyimpanan karena material dengan temperatur tinggi dapat merusak alat.
·
Klinker panas dapat menyebabkan terjadinya
penguraian gypsum yang ditambahkan
pada proses penggilingan akhir.
·
Panas sensibel yang terkandung pada klinker
dapat dimanfaatkan kembali untuk secondary
air, misal : pengeringan di unit raw
mill atau coal mill.
Proses pendinginan dalam cooler
dilakukan secara tiba-tiba agar komposisi semen tidak berubah karena laju
pendinginan klinker mempengaruhi perbandingan kandungan kristal dan fase cair
dalam klinker. Pendinginan yang lambat mendorong pertumbuhan mineral klinker.
Proses pendinginan klinker terbagi dua tahap, yaitu : Pada tahap 1 yang
dilakukan secara tiba-tiba dari suhu 12000C menjadi 850 - 9000C.
Sedangkan pada tahap kedua, dilakukan pendinginan lanjutan sehingga suhu klinker
turun menjadi 75 - 1500C.
Grate cooler
yang digunakan terdiri atas 2 buah grate
yang disusun secara horizontal. Grate
pertama letaknya lebih tinggi daripada grate
kedua, dan berfungsi untuk proses pendinginan dan menghindari proses
pembentukkan C2S dari C3S agar standar klinker dapat
dicapai dan menghindari terjadinya snowman/coating di dinding grate. Sedangkan grate
kedua berfungsi untuk proses pendinginan lebih lanjut. Pada akhir grate kedua, terdapat hammer crusher untuk menghancurkan klinker
yang jatuh dari grate kedua.
Grate cooler memiliki pelat
berlubang-lubang dan berkerja secara maju
mundur. Pelat disusun selang-seling antara pelat yang bergerak dan diam.
Udara dihembuskan dari fan menembus
hamparan klinker. Udara panas yang dihasilkan digunakan sebagai udara pemanas
di dalam kiln dan sebagian tertarik
oleh electrostatic precipitator fan.
Klinker diangkut ke dalam clinker silo
dengan menggunakan appron conveyor
Diagram alir dari langkah-langkah proses unit kiln :
Gambar 3.5 Diagram Alir Unit Kiln
3.5 Unit Finish Mill
Unit penggilingan akhir dilakukan untuk mendapatkan semen
dengan kehalusan yang diinginkan. Partikel akan keluar dari alat penggiling (mill) kemudian akan melewati separator
untuk menghasilkan produk dengan ukuran 30 µm yang akan menghasilkan semen
dengan kekuatan awal yang tinggi dan peningkatan kekuatan beton pada tahap
berikutnya.
Klinker dari clinker
silo, dibawa keluar melalui appron
conveyor menuju belt conveyor dan
masuk ke dalam clinker hopper. Jumlahnya
ditentukan dengan weighing feeder,
lalu klinker tersebut dibawa ke finish
mill.
Gypsum
dan bahan aditif semen seperti trass
dan limestone disimpan terpisah dalam
storage yard dan diangkut dengan payloader
atau belt conveyor menuju hopper dan masuk masing-masing ke dalam weighing feeder. Gypsum yang ditambahkan sekitar 3% semen. Gypsum dan bahan aditif keluar dari weighing feeder dan dibawa dengan belt conveyor menuju cement
mill. Pada cement mill, klinker, gypsum dan bahan aditif digiling
menggunakan steel ball. Dalam
perjalanan menuju cement mill, klinker
ditambahkan etilen glikol dengan perbandingan 1 : 6 yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya ball coating yang
dapat terjadi karena hal-hal seperti berikut ini :
·
Partikel-partikel yang halus dalam penggilingan
dapat menjadi bermuatan listrik statis, sehingga tertarik dan melekat pada
permukaan steel ball.
·
Tumbukan mekanis antara steel ball dan material, menyebabkan material halus terpadatkan
dalam pori-pori steel ball.
Cement mill terdiri dari 2 buah chamber
yang dibatasi diafragma untuk mengatur waktu tinggal klinker. Chamber I berisi steel ball berdiameter 60 - 90 mm dimana klinker dan gypsum dihancurkan karena adanya putaran
mill. Chamber II berisi bola-bola baja dengan diameter 17 - 60 mm dimana klinker
dan gypsum mengalami penggerusan. Mill yang digunakan adalah tube mill
berkapasitas 1800 ton/hari.
Di dinding shell dilapisi dengan liner untuk mengarahkan gerakan steel ball dan melindungi shell. Akibat benturan antara steel ball dengan klinker, suhu di dalam
cement mill tinggi. Suhu tidak boleh
melebihi 1200C agar fungsi retarder
pada gypsum tidak hilang sehingga air
disemburkan dengan water spray.
Produk keluaran finish mill terbagi dalam dua bagian
yaitu produk semen yang dialirkan ke air
separator (pemisahan antara produk semen yang telah memenuhi standar dengan
produk yang belum memenuhi standar). Pada alat ini terjadi pemisahan partikel,
dimana yang kasar akan dikembalikan ke cement
mill dan yang halus dibawa dengan bucket
elevator untuk dimasukkan ke dalam
cement silo. Produk semen yang terbawa aliran gas panas akan dialirkan ke electrostatic precipitator untuk
dipisahkan antara produk semen dengan udara. Sedangkan produk semen kasar
keluaran air separator dibawa oleh air slide menuju bucket elevator yang kemudian masuk ke dalam cement mill untuk digiling kembali.
Diagram alir dari langkah-langkah
proses unit finish mill :
Gambar 3.6 Diagram Alir Unit Finish Mill
BAB IV
SPESIFIKASI ALAT
4.1 Spesifikasi Alat Utama
4.1.1
Mining
4.1.1.1
Crusher Untuk Limestone
Fungsi : Untuk memperkecil ukuran batu kapur dari 1 m
menjadi 25 mm sebelum
disimpan ke Roofed Storage
Tipe : Double
Impact Impeller Breaker tipe KAWASAKI AP-7C
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 1000 ton/jam (basis kering)
Ukuran
Umpan : Maksimal 1 m
Ukuran
Produk : 25 mm
Kecepatan
motor :
160 rpm
Daya
Motor : 300 kw
Konstruksi : Baja
stainless
4.1.1.2
Crusher Untuk Tanah Liat dan Pasir
Silika
Fungsi : Untuk memperkecil ukuran tanah liat dan pasir
silika sebelum disimpan di Roofed Storage
Tipe : Impeller
Breaker Kawasaki KSB – 1615
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 200 ton/jam
Ukuran
Umpan : Maksimal 1 m
Ukuran
Produk : 25 mm
Kadar
Air : Normal 15%, maksimal 25%
Kecepatan
motor : 430
rpm
Daya
Motor : 300 kW
Konstruksi : Baja
stainless
4.1.2
Raw Mill
4.1.2.1
Vertical Roller
Mill
Fungsi : Menggiling dan mengeringkan tepung baku
Tipe :
Kawasaki CK – Roller Mill
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 280 ton/jam (basis kering)
Kehalusan : 12 % residu pada ayakan 90 mikron
Ukuran umpan : Kurang dari 50 mm
Grinding Table :
- diameter nominal : 3100 mm
- diameter luar : 4250 mm
- kecepatan : 29,4 rpm
Roller :
- jumlah : 3 buah
- diameter nominal : 2410 mm
- lebar : 850 mm
Daya motor : 2500 kW
Sumber
Panas : Gas buang dari RSP
Konstruksi : Baja
4.1.2.2
Classifier
Fungsi : Memisahkan material halus dan kasar didalam Roller Mill
Tipe : High Efficiency Classifier, O-SEPA
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Ukuran nominal :
N-4000
Kecepatan
rotor : 90 – 210 rpm
Daya Motor : 300 kW
Udara
pemisah : 4000 m3/menit
Konstruksi : Baja
4.1.2.3
Stabilizer
Fungsi : Menurunkan suhu gas panas dari RSP yang akan
masuk Raw Mill
Tipe : Vertical Cylindrical Steel Structure Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 4600 Nm3/menit
Dimensi : 8,5 m
diameter x 2,40 m tinggi
Temperatur Gas : 4370C
(inlet), 3400C (outlet)
Konstruksi : Baja
4.1.2.4
Homogenizing Silo
Fungsi : Menghomogenkan tepung baku
Tipe : Reinforced
Concrete Construction
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas
tiap silo : 10000 ton
Dimensi : 18 m diameter x 44 m tinggi
Jumlah : 2 unit
Blower untuk bagian dasar silo :
- Tipe :
Rotary Piston Type
- Kapasitas : 7,6 m3/menit
Peralatan pengeluaran
:
- Tipe : Gate Opening Control Continous Adjusment
- Kapasitas
: 320 ton/jam
Konstruksi : Beton
4.1.3
Kiln
4.1.3.1
Reinforced
Suspension Preheater
Fungsi : Pemanasan awal dan
prekalsinasi tepung baku
Tipe : Kawasaki
Precalsination, Preheater Cyclone 5 stage
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 7500
ton/hari
Tinggi : 78 m
Terdiri dari : -
2 Cyclone pada stage I diameter 6900 mm
- 2 Cyclone pada stage II
diameter 6900
mm
- 2 Cyclone pada stage III
diameter 7200
mm
- 4 Cyclone pada stage IV
diameter 7200
mm
- 1 Precalsiner
- 1 pipa utama dengan Mixing Chamber
- 1 kiln Inlet Hood
- 1 set Connecting
Ducts yang menghubungkan tiap siklon dari stage pertama sampai keempat.
Konstruksi : Baja
4.1.3.2
Rotary Kiln
Fungsi : Pembakaran tepung baku
Tipe : Kawasaki Dry Process Welded Construction
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 3800 – 4200 ton/hari
Jumlah : 1 unit
Dimensi : 4,5 m diameter x 78 m panjang
Kemiringan :
3,5/100 (tan q)
Putaran : 0,66 – 3,3 rpm
Daya motor :
450 kW
Konstruksi :
Baja
4.1.3.3
Grate Cooler
Fungsi : Mendinginkan Clinker
Tipe : High
Efficiency Grate Cooler
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 3800 – 4200 ton/hari
Diameter
grate : 3,66 m lebar x 27 m panjang
Daya
motor : 45 kW
Jumlah
grate : 3 buah
Jumlah Chamber : 7 buah
Jumlah
Fan : 12 buah
Dilengkapi
dengan : - 1 pemecah ClinkerSwing Hammer Type
- 1 Grizzly
untuk mengayak Clinker
Konstruksi :
Baja
4.1.3.4
Clinker
Silo
Fungsi : Tempat penampungan sementara Clinker
Jumlah : 2 unit
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 30000 ton
Dimensi : 35 m diameter x 45 m tinggi
Konstruksi :
beton
4.1.4
Penggilingan
Akhir
4.1.4.1
Pregrinding Mill
Fungsi : Penggilingan
awal klinker dan bahan Additive sebelum
masuk Cement Mill
Tipe : Kawasaki CK – Roller Mill
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 100 ton/jam
Kehalusan : 1200 – 1900 Blaine
Grinding
table :
- diameter nominal : 2100
mm
- diameter luar : 2920 mm
- kecepatan : 35,7 rpm
Roller :
- diameter nominal : 1430
mm
- lebar : 560 mm
- jumlah : 3 buah
Konstruksi : Baja
4.1.4.2
Cement
Mill
Fungsi : Menggiling dan menghaluskan ukuran semen
Tipe : Kawasaki
Center Drive Ball Mill
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 85 ton/jam
Dimensi : 4,2 m diameter x 13 m panjang
Kehalusan : 3400 – 3800 Blaine
Kompartemen : 2 buah
Ketebalan
Shell : 55 mm
Putaran : 14,8 rpm
Daya motor :
4600 kW
Konstruksi :
Baja
4.1.4.3
Classifier
Fungsi : Memisahkan material halus dan kasar didalam Roller Mill
Tipe : High
Efficiency Classifier, O-SEPA
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Ukuran
nominal : N-4000
Kecepatan rotor : 90-210 rpm
Daya Motor : 300 kW
Udara pemisah : 4000 m3/menit
Konstruksi :
Baja
4.1.4.4
Cement
Silo
Fungsi : Tempat penampungan sementara produk semen
Tipe : Reinforced Concrete Construction
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 2 unit
Kapasitas : 23000 ton
Dimensi : 22 m diameter x 63 m tinggi
Konstruksi :
Beton
4.1.5
Pengepakan
4.1.5.1
Vibrating
Screen
Fungsi : Memisahkan material asing dari semen
Tipe : Enclosed Type, Single Deck
Suspension Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 2 unit
Kapasitas : 500 ton/jam
Dimensi : 1400 mm lebar x 4000 mm panjang
Bukaan screen : 5 mesh
Daya listrik :
11 kW
4.1.5.2
Rotary
Packer
Fungsi : Mengantongi
semen
Tipe : 3
Filling Spout Stationary Packer
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 6 unit @ 8 corong
Kapasitas : 2000 kantong/jam
Daya
motor : 5,5 kW
4.1.5.3
Bulk
Loader
Fungsi : Mengumpulkan semen curah
Tipe : Automatic Telescopic
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 200 ton/jam
Daya
motor : 0,55 kW
Konstruksi :
Baja
4.1.5.4
RotaryFeeder
Fungsi : Mengumpulkan semen ke Stationary
Packer
Tipe : Vertical Shaft Cellular Type
Jumlah : 1 buah
Kapasitas : 120 ton / jam
Dimensi : 1000 mm
diameter
Daya
motor : 3 kW
Konstruksi : Baja
4.2
Spesifikasi
Alat Pendukung
4.2.1
Alat
Transportasi
4.2.1.1
Belt Conveyor
Fungsi : Mengangkut
material yang berbentuk granular
Tipe : Trough
Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 5 unit
Kapasitas : 1800 ton/jam
Dimensi : 1600 mm lebar x 2700 mm panjang x 2500 mm
tinggi
Daya Motor :
37 kW
Kecepatan : 80 m/menit
Konstruksi :
Rubber
4.2.1.2
Belt Conveyor dengan Tripper
Fungsi : Mengangkut
material ke RoofedStorage dan
menimbun material menjadi bentuk gundukan (Pile)
Tipe : Trough Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 1500 ton/jam
Dimensi : 1400 mm lebar x 264 m panjang x 5 m tinggi
Daya Motor :
100 kW
Kecepatan :
100 m/menit
Konstruksi :
Baja
4.2.1.3 Air Sliding
Conveyor
Fungsi : Mengangkut material halus
Tipe : Enclosed Through Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 320 ton/jam
Dimensi : 500 mm lebar x 21,8 m panjang
Konstruksi : Baja
4.2.1.4
Belt Bucket Elevator
Fungsi : Mengangkut material dari Raw Mill menuju Homogenizing
Silo, Cement Mill menuju Cement Silo
dengan arah vertikal
Tipe : Continues
Discharge Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Terdiri dari : Sabuk (Belt)
tidak berujung yang berputar pada suatu roda, dan pada sabuk terpasang wadah
untuk alat angkut material secara vertikal
Kapasitas : 320 ton/jam
Dimensi : 800 mm lebar Bucket x 55
m tinggi
kecepatan : 90 m/menit
Daya
motor : 75 kW
Konstruksi : Baja
4.2.1.5
Bucket Elevator
Fungsi : Mengangkut material dengan arah vertikal
Tipe : Continues
Discharge Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Terdiri
dari : Rantai tidak berujung yang berputar pada suatu
roda, dan pada rantai terpasang wadah untuk alat angkut material secara
vertikal
Kapasitas : 320 ton/jam
Dimensi : 800 mm lebar Bucket x 55
m tinggi
kecepatan : 90 m/menit
Daya
motor : 75 kW
Konstruksi : Baja
4.2.1.6
Apron
Conveyor
Fungsi : Mengangkut Clinker menuju
Clinker Silo
Tipe : Pan Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 240 ton/jam
Dimensi : 1 m lebar x 91 m panjang x 56,6 m tinggi
Daya motor : 75 kW
kecepatan : 18 m/menit
Konstruksi : Baja
4.2.1.7
Drag
Chain Conveyor
Fungsi : Mengangkut
Clinker yang berukuran agak halus menuju
Apron Conveyor
Tipe : Enclosed
Trough type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 60 ton/jam
Dimensi : 270 mm lebar x 10,575 m panjang
Daya
motor : 3,7 kW
Chain speed : 28 m/menit
Konstruksi : Baja
4.2.1.8
Truck
Chain Conveyor
Fungsi : Mengangkut material berukuran
kasar yang keluar dari Raw Mill untuk
disirkulasikan kembali sebagai umpan
Tipe : Enclosed
Trough type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 60 ton/jam
Dimensi : 270 mm lebar x 10,575 m panjang
Daya
motor : 3,7 kW
Chain speed : 28 m/menit
Konstruksi : Baja
4.2.1.9
Screw
Conveyor
Fungsi : Membawa
material yang berbentuk butiran atau serbuk dari EP Cooler dan Dust Colector
Tipe : Enclosed Trough Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 60 ton/jam
Dimensi : 270 mm lebar x 10,575 m panjang
Daya
motor : 3,7 kW
Chain speed : 28 m/menit
Konstruksi : Baja
4.2.2
Alat
Pengumpan
4.2.2.1
Apron
Feeder
Fungsi : Mengangkut batu kapur dan tanah liat untuk
diumpankan menuju Crusher
Tipe : Heavy Duty Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 3 unit
Kapasitas : 320 ton/jam
Dimensi : 2200 mm lebar x 1207 mm panjang x 413 mm tinggi
Daya Motor : 132 kW
Konstruksi : Baja
stainless
4.2.2.2
Belt
Feeder
Fungsi : Mengumpankan
campuran bahan baku (Raw Mix) dari Raw MixHopper menuju Roller Mill
Tipe : Flat Type, Total Skirt
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 280 ton/jam
Terdiri dari : Sabuk
pendek yang bergerak di atas Flat Rill
Idler dengan Skirt Plates untuk
menampung material
Daya Motor : 37
kW
Konstruksi : Rubber
4.2.2.3
RotaryFeeder
Fungsi : Untuk mengontrol laju alir dan pengumpan material serbuk yang halus dari EP Raw Mill ke TCC.
Tipe : Vertical Shaft Cellular Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 120 ton / jam
Dimensi : 1000 mm
diameter
Daya
motor : 3 kW
Konstruksi : Baja
4.2.2.4 Weighing Feeder
Fungsi : Untuk
menimbang material yang akan diumpankan ke Mill
dan RSP
Tipe : Load
Cell Belt Speed Control
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 280 ton/jam
Dimensi : 1400 mm lebar x 3000 mm panjang
Daya
motor : 5,5 kW
Konstruksi : Rubber
4.2.3
Alat
Penggaruk
4.2.3.1
Reclaimer Untuk Batu Kapur
Fungsi : Menggaruk
batu kapur dari Pile untuk diumpankan
ke Belt Conveyor menuju Raw Mill
Tipe : Bridge Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : 400
ton/jam
Excavation
height : 11
m
Blade
width : 1600 mm
Scrapper chain
speed : 30 m/menit
Daya
Motor : 82 kW
Konstruksi : Baja stainless
4.2.3.2
Reclaimer Untuk Tanah Liat dan Pasir
Silika
Fungsi : Menggaruk tanah liat dan pasir silika dari Pile untuk diumpankan ke Belt Conveyor menuju Raw Mill
Tipe : Slide Scrapper Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Kapasitas : Maksimal
90 ton/jam
Excavation
Height : 9,2
m
Blade
Width : 1000 mm
Scrapper Chain
Speed : 20 m/menit
Daya
Motor : 24 kW
Konstruksi : Baja stainless
4.2.4
Alat
Penangkap Debu
4.2.4.1
Dust
Collector
Fungsi : Memisahkan debu dari gas panas yang membawanya
Tipe : Pulse Air jet Bag Filter Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kandungan debu
keluaran : 0,08
gr/Nm3
Daya motor : 1,5 kW
Kapasitas : 300 m2/menit
Konstruksi : Baja
4.2.4.2
Electrostatic Precipitator
Fungsi : Memisahkan debu dari gas panas pembawanya
Tipe : Steel Casing Outdoor Type
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Jumlah : 1 unit
Volume gas : 9800
m3/mnt pada 1350C
Kandungan debu
Keluar : 0,08
gr/Nm3
Luas Collecting : 7020 m2
Tinggi Collecting : 13 m
Konstruksi : Baja
4.2.5
Alat
Penampung Sementara
4.2.5.1
Feed
Hopper
Fungsi : Untuk
menampung feed yang akan di umpankan ke Raw
Mill
Tipe : Concrete
Construction
Buatan : Jepang
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 100 ton
Dimensi : 2 m lebar x 6 m panjang x 8,5 m tinggi
Konstruksi : Baja
4.2.5.2
Kiln
Feed Bin
Fungsi : Menampung
material sementara yang akan diumpankan ke RSP
Tipe : Steel Construction
Tahun Pembuatan : 1995
Kapasitas : 80 ton
Jumlah : 1 unit
Dimensi : 4,5 m lebar x 7,5 m tinggi
Konstruksi : Baja
4.3
Gambar Detail Pesawat Utama dan Cara
Kerjanya
4.3.1
Crusher
untuk Limestone
J
|
55555555
Gambar 4.1
Crusher untuk Limestone
Keterangan gambar :
1. Inlet material 4. Outlet material
2. Apron Feeder 5. Belt Conveyor
3.
Roll Crusher
Prinsip Kerja : Memecah
material dengan adanya kompresi, gaya pukulan (impact)dari perputaran kedua roll penghancur (impeller bars) terhadap feeding material, dan gaya tumbukan antar material itu
sendiri
Tujuan : Mereduksi
ukuran limestone dari 1 m menjadi 25 mm sebelum disimpan dalam Roofed
Strorage
Cara kerja :
Limestone
diumpankan lewat hopper masuk melalui bagian atas selanjutnya dengan Apron Feeder diumpankan ke antara dua
roll pemukul horizontal
berukuran besar yang berputar ke arah satu sama lain yang digerakkan
oleh rotor. Batu kapur ini selanjutnya dipukul dan dipecah oleh impeller.
Material yang sudah tergiling akan jatuh dan diangkut oleh belt conveyor ke
storage. Diameter
material yang dihasilkan dengan menggunakan crusher ini adalah 25 mm.
4.3.2
Crusher
untuk Clay dan pasir silika
Gambar 4.2 Crusher untuk Clay dan Silica Sand
Keterangan
Gambar :
1. Material
masuk 3. Material keluar
2.
Roll penghancur
Prinsip
kerja : Material dihancurkan atau digiling oleh beberapa
roll yang berpasangan. Tiap pasang roll bergerak ke arah satu sama lain
sehingga material akan terjepit oleh roll dan hancur. Ukuran roll makin kebawah
makin besar dan jarak antar kedua roll berdekatan sehingga material yang
dihasilkan makin halus.
Tujuan : Mereduksi ukuran Clay
dan Silica Sand
Cara Kerja : Clay atau Silica Sand masuk ke dalam crusher
melalui bagian atas, kemudian material terjepit di kedua roll itu
material akan pecah karena kompresi dan jatuh ke bawah
4.3.3
Vertical Roller Mill
Gambar 4.3
Vertical Roller Mill
Keterangan gambar :
1.
Inlet Material
2.
Triple Gate Feeder
3.
Outlet Material
4.
Classifier
5.
Grinding Roller
|
6.
Grinding Table
7.
Scrapper
8.
Reducer
9.
Inlet Gas Panas
10. Hydraulic
Spring System
|
Prinsip kerja : Menggiling, mencampur dan
mengeringkan campuran material / tepung baku / raw meal karena gerakan pada Grinding Table
Tujuan : Menggiling
tepung baku sekitar 25 mm jadi sekitar 90 mikron, dengan kadar air <1%
Bagian Alat Utama :
- Grinding
Table : Berbentuk
seperti piring datar, tempat landasan untuk menghancurkan material
- Grinding Roller : Bagian
Roller Mill yang terdiri dari 3 buah
roller menggiling dengan adanya gaya tekan ke bagian bawah dan gerakan
berputarnya Roller
- Classifier : Bagian
yang memisahkan material halus dan material kasar
- Hydraulic Spring
System : Bagian yang memberikan gaya naik dan turun terhadap Grinding Roller sehingga mempunyai gaya
tekan terhadap grinding table
Cara Kerja :
Raw
material masuk ke vertical Roller Mill
melalui Tripple GrateFeeder, kemudian
material jatuh ke Grinding Table yang
berputar dengan kecepatan 29,4 rpm karena gerakan Hydraulic Spring System. Tekanan dan gesekan dari tiga Grinding Roller menyebabkan material
pecah menjadi partikel-partikel yang halus. Umpan dikeringkan dengan gas panas
yang dihembuskan dari bagian bawah Grinding Table dengan suhu sekitar 3570C
yang berasal dari Reinforced Suspension Preheater. Aliran gas panas ini akan
mendorong material halus / Raw Meal ke
atas kemudian dipisahkan oleh Classifier.
Raw Meal yang lolos dari Classifier mencapai kehalusan 90% lolos
dari ayakan 90 mikron. Perputaran Grinding
Roller pada Grinding Table
menyebabkan material mendapat gaya sentrifugal, sehingga material kasar akan
terlempar ke tepi Grinding Table.
Material kasar yang tidak tersaring akan kembali jatuh ke Grinding Table bersama dengan umpan Raw Mill yang baru untuk digiling dan dikeringkan lagi, sedangkan
material halus yang tersaring oleh Classifier
terbawa ke atas bersama aliran gas panas menuju ke Electrostatic Precipitator untuk dipisahkan antara material dengan
gas panasnya. Material yang terlempar dari Grinding Tabledikumpulkan
oleh Scrapper dan dijatuhkan ke Truck
Chain Conveyorlalu diangkut secara
vertikal dengan Bucket Elevator. Oleh Truck Chain Conveyor lagi material dimasukkan dari atas Classifier dan dijatuhkan kembali ke meja penggiling
untuk kembali digiling.
4.3.4
Homogenizing Silo
|
Keterangan gambar :
1. Air Sliding Conveyor 4. Valve
2. Dust Collector 5.
Junction box
3. Flow gate 6.
Blower
Prinsip kerja : Menghomogenkan materialhasil
penggilingan dengan udara tekan dari blower sehingga terjadi proses aerasi
dengan prinsip fluidisasi dan terbentuklah Layer-layer
yang bercampur pada saat material tersebut dikeluarkan.
Tujuan : Menghomogenkan
campuran Raw Meal After Milldan sebagai Storage Silo yang
dioperasikan secara Continous Flow Silo.
Bagian Alat Utama :
- Air Slider : Sebagai
alat transport material halus keluar masuk Raw Meal Silo.
-
Blower : Memberi tekanan udara untuk mencampur material dalam Silo
- Valve : Mengatur kuantitas material keluar dari
Silo
- Junction
box : Menampung material sementara yang keluar dari
Silo.
Cara kerja
:
Cara kerja Homogenizing
Silo ini dimulai dengan memasukkan umpan dari atas Homogenizing Silo melalui Air
Slide secara bergantian, umpan akan terjatuh dan menimbulkan Layer-layer material dengan ketebalan
maksimal 1 meter, lapisan material ini memiliki komposisi yang berbeda dan akan
tercampur pada proses pengeluaran. Pengeluaran material dilakukan oleh 6 buah Flow Control Gate pada masing-masing
bagian bawah Homogenizing Silo yang
bekerja secara bergantian, yaitu 2 buah Flow
Gate dengan siklus kerja pada saat membuka dan menutup sepasang Flow Control Gate diatur sesuai interval waktu yang ditentukan
yaitu 15 menit sekali.
Selama proses tersebut material mengalami aerasi akibat
diberi udara bertekanan dari 2 buah Blower pada bagian bawah Layer tersebut. Blower yang menghembuskankan udara menyebabkan material bergerak ke
sisi lain. Pergerakan material akan menyebabkan material homogen. Material yang
keluar selanjutnya akan ditampung dalam Junction
Box. Kemudian dari Junction Box akan dikirim ke dalam Kiln
Feed Bin.
4.3.5
Reinforced
Suspension Pre-Heater
Gambar 4.5 Reinforced
Suspensed
Preheater
Prinsip kerja : Pemanasan dan pembakaran Kiln Feed awal sebelum masuk ke Kiln dengan mengontakkan material dan
gas panas.
Tujuan : Memanaskan Kiln Feed dari suhu + 100
– 1100C sampai 800 – 9000C. Mengkalsinasi sebagian dari Kiln Feed sampai 90%.
Bagian Alat Utama :
- Cyclone : Saluran Penghubung tiap Cyclone, merupakan tempat terjadi kontak dan pemisahan antara
material dengan gas panas.
- ConnectingDuct : Tempat
terjadi kontak dan pemisahan antara material dengan gas panas.
- Calsiner : Tempat terjadinya Precalsinasi
dari material dan kontak secara langsung antara gas panas dari Burner dan material.
Cara kerja :
SP Feed masuk ke
RSP pada suhu 850C melalui Connecting
Duct antara Cyclone 3 dan Cyclone 4. Karena adanya hisapan dari SP
fan maka material akan masuk ke dalam cyclone
4 bersama dengan gas panas secara Co-current
dengan arah tangensial sehingga
memungkinkan terbentuk pusaran angin dan terjadi pemusingan material.Pusaran tersebut mengakibatkan terjadinya gaya sentrifugal,
gaya gravitasi dan gaya angkat gas. Dengan adanya gaya sentrifugal
menyebabkan terjadinya pemisahan antara material dengan gas panas. Gaya
gravitasi akan berpengaruh pada material sehingga material akan jatuh, gaya
angkat gas menyebabkan gas panas terangkat keluar Cyclone. Gas panas yang keluar dari Cyclone selanjutnya dialirkan ke Stabilizer dan Raw Miil.
pada Stage I terjadi penguapan H2O
bebas pada temperatur 100 – 1100C dari SPfeed dengan reaksi sebagai berikut : H2O(l)
H2O(g)
SP feed dari Cyclone 4 akan masuk ke dalam Cyclone
3 melalui Connecting Duct antara Cyclone 2 dan Cyclone 3. Suhu di dalam Cyclone
3 adalah 400 – 6500C,
dimana pada suhu ini terjadi penguapan air terikat yang terkandung dalam tanah
liat tepatnya pada suhu 5570C dengan reaksi sebagai berikut ini :
Al2O3.2SiO3.2H2O Al2O3 + 2H2O
Proses yang terjadi pada stage 2 sama dengan yang terjadi pada Stage 1. SP feed masuk ke
Cyclone 2 dengan suhu 700 – 9000C
dimana pada suhu ini terjadi penguraian garam-garam karbonat (kalsinasi) dengan
reaksi berikut ini :
CaCO3 CaO + CO2
Proses
yang terjadi pada Stage III sama
seperti pada Stage I dan Stage II. SP feed yang keluar dari Cyclone
2 akan masuk ke dalam Precalsiner. Dalam
Precalsiner material dibakar dengan
menggunakan Burner dengan suhu
mencapai 9000C. Selain itu juga menggunakan udara tersier hasil
pendinginan Clinker pada Grate Cooler. Dari Precalsiner material jatuh ke dalam Mixing Chamber. Kemudian material bersama gas panas masuk ke dalam Cyclone 1. Dari Cyclone satu material masuk ke dalam Kiln Inlet sebagai Kiln Feed.
Di
dalam Reinforced Suspension Preheater,
mengalami pemanasan secara bertahap. Pada Cyclone
tahap I mengalami pemanasan dengan temperatur 3500C sampai Cyclone tahap IV mencapai suhu 9000C.
Perpindahan panas yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur tepung
baku dan udara panas, dimana temperatur udara panas lebih besar dari temperatur
udara tepung baku. Perpindahan panas yang terjadi di dalam Reinforced Suspension Preheater adalah perpindahan panas Co-current
(aliran searah). Waktu tinggal material dalam Reinforced Suspension Preheater yang berketinggian 50 m (dari titik
masuk RSP sampai keluar menuju Kiln)
adalah sekitar 25 detik.
4.3.6
Kiln
Gambar
4.6 Kiln
Keterangan
gambar :
1. Inlet Hoodfeed 5. Speed Reducer
2. Grith Gear 6. Aliran gas
panas
3. Nose Ring 7.
Material keluar
4. Main Gear 8. Burner
Prinsip kerja : Membakar Kiln Feed dengan menggunakan gas panas dari pembakaran batu bara
melalui Burner secara CounterCurrent.
Tujuan : Sebagai
tempat proses kalsinasi lanjutan tepung
bakudari ReinforcedSuspensionPreheater
dan pembakaran tepung baku menjadi klinker.
Bagian Alat Utama :
- Kiln Shell : Berbentuk tabung silinder dari baja dan
bagian dalamnya dilapisi oleh Refractory
(bata tahan api). Kiln Shell dipasang
horizontal kearah outletKiln dengan
kemiringan 3,5/100 (tan q) dan putaran shellnya 2 – 4 rpm.
- Tyre : Bagian yang mendukung Kiln shell dan bertumpu pada Supporting
Roller, bentuknya berupa cincin yang terbuat dari Cast Steel (baja tuang) yang dipasang melingkar pada Kiln shell.
- Supporting Roller : Tempat bertumpu Tyre dan
sekaligus sebagai penumpu dari Rotary
Kiln
- Thrust Roller :
Penahan Kiln agar tidak terus turun dan dapat kembali ke posisi semula
- Kiln Drive : Unit peralatan yang berfungsi menggerakkan Kiln
- Burner :
Peralatan yang digunakan dalam proses
pembakaran dalam Kiln
- Air Seal :
Berfungsi untuk mencegah masuknya udara
luar KilnSystem ke dalam RotaryKiln
Cara Kerja :
Kiln Feed dari Preheater masuk ke RotaryKiln
dengan suhu 800– 9000C. di dalam RotaryKiln,
CaCO3 dan MgCO3 yang belum terkalsinasi dalam SuspensionPreheater akan mengalami
kalsinasi lanjutan yang terjadi di zone
Calsinasi hingga terurai sempurna pada suhu 800 – 9000C.
Perputaran Kiln disebabkan oleh Kiln Drive. Pada bagian tertentu dari Kiln shell dipasang Supporting Roller. Kiln
dipasang horizontal dengan kemiringan 3,5/100 (tan q) sedangkan kecepatan putaran 2 – 4 rpm.
Gas panas disemburkan oleh Burner sehingga terjadi kontak panas dan perpindahan panas antara
material Kiln Feed dan gas panas.
Kontak panas tersebut akan mengakibatkan terjadinya reaksi kimia pembentukan
senyawa kimia semen dengan temperatur 1250 – 14500C Kiln Feed akan meleleh sedangkan
temperatur 900 – 14500C akan terjadi reaksi-reaksi pembentukan
senyawa-senyawa penyusun semen yaitu C2s, C3A, C4AF
dan C3S. Lelehan material akan keluar akibat adanya desakan
material, kemiringan dan perputaran Kiln,
selanjutnya akan mengalami pendinginan mendadak di dalam GrateCooler.
4.3.7
Grate Cooler
Gambar
4.7 Grate Cooler
Keterangan
gambar :
1. Input
Material 7.
Blower Chamber 5 dan 6
2. Gas
Panas ke RSP 8. Blower
Chamber 7
3. Blower
Chamber 1 9. Hammer
Breaker
4.
Blower
Chamber 2 10. Udara
Panas dan debu ke EP
5. Blower
Chamber 3 11. Outlet
Material
6. Blower
Chamber 4
Prinsip kerja : Mendinginkan clinker secara mendadak yang terdiri
dari kompartemen-kompartemen dan dilengkapi dengan 12 CoolingFan sebagai udara pendingin Clinker.
Tujuan : Mendinginkan
Clinker secara mendadak dari suhu
supaya diperoleh Clinker dalam bentuk
amorf.
Bagian Alat Utama :
- Cooling Grate : Mendorong Clinker supaya bergerak menuju Outlet Cooler.
- Drag Chain
Conveyor : Alat transportasi untuk membawa Dust Clinker dari Grate Cooler ke Clinker Silo
- Hammer Breaker : Alat untuk memecah material clinker
yang keluar dari Outlet Cooler
- Hopper :
Alat untuk menampung Dust Clinker yang lolos dari lubang Cooling Grate
- Cooling Fan : Menyediakan udara
pendingin untuk mendinginkan Clinker
Cara
kerja :
Cara
kerja alat ini dimulai dengan masuknya clinker
pada suhu 12000C dari RotaryKiln
ke dalam CoolingGrate. Clinker dalam CoolingGrate akan mengalami pendinginan secara mendadak sampai suhu
1200C oleh hembusan udara pendingin yang berasal dari 12 CoolingFan. Karena adanya gerakan maju
mundur dari CoolingGrate akan
menyebabkan Clinker dengan ukuran
lebih dari 5 cm terdorong dan bergerak menuju ke ClinkerBreaker pada bagian Outlet
Cooler untuk dihancurkan menjadi Clinker
yang berukuran 2 cm. Sedangkan untuk Clinker yang berukuran kurang dari 5 cm
akan lolos dari lubang CoolingGrate
masuk ke hopper lalu ke DragChainConveyor untuk dikeluarkan. Clinker yang telah dihancurkan dalam ClinkerBreaker akan jatuh ke Grizzly Bars dan keluar bersatu dengan Clinker dari Hopper dalam Drag Chain Conveyor menuju ke Clinker Silo. Klinker yang halus
langsung terbawa oleh aliran gas panas menuju EP.
4.3.8
Pregriding Mill CKP (Roller
Mill)
Gambar
4.8 Pregrinding
mill
Keterangan gambar :
1.
Inlet Material
2.
Triple Gate Feeder
3.
Outlet Material
4.
Classifier
5.
Grinding Roller
|
6.
Grinding Table
7.
Scrapper
8.
Reduser
9.
Inlet Gas Panas
10. Hidrolik
Sping System
|
Prinsip kerja : Menggiling dan mencampur
campuran klinker dengan trass karena gerakan pada Grinding Table
Tujuan : Penggilingan
awal klinker sebelum masuk cement mill
untuk meringankan kinerja dari Ball Mill
Bagian Alat Utama :
- Grinding
Table : Berbentuk
seperti piring datar, tempat landasan untuk menghancurkan material
- Grinding Roller : Bagian
Roller Mill yang terdiri dari 3 buah roller menggiling dengan adanya gaya tekan
ke bagian bawah dan gerakan berputarnya Roller
- Classifier : Bagian
yang memisahkan material halus dan material kasar
- Hidroulik Sping
System : Bagian yang memberikan gaya naik dan turun terhadap grinding roller sehingga mempunyai gaya
tekan terhadap grinding table
Cara Kerja :
Klinker
dan trass masuk ke Pregrinding Mill
tipe Vertical Roller Mill melalui
Tripple Grate Feeder, kemudian material jatuh ke Grinding Table yang berputar
dengan kecepatan 29,4 rpm karena gerakan Hydraulic
spring System. Tekanan dan gesekan dari tiga Grinding Roller menyebabkan material pecah menjadi
partikel-partikel yang halus.
4.3.9
Cement Mill (Ball Mill)
Gambar
4.9 Cement mill
Keterangan
Gambar :
1. Inlet
material 6. Outlet cement
2. Steel
ball ukuran
besar 7. Diafragma
Plate
3. Steel
ball ukuran
kecil
4.
Saringan
5. Water
Spray
Prinsip kerja : Penghancuran dan penghalusan clinker hasil pregrinding CKP dan gypsum
dengan menggunakan tumbukan dan gesekan antara bola-bola serta perputaran dari CementMill.
Tujuan : Menggiling
dan menghaluskan semen sampai ukuran 3800
blaine
Bagian Alat Utama :
- Grinding Media : - Kompartemen I berisi Steel Ball (bola-bola
baja)
penghancur yang berukuran 40 mm, 50 mm,
60 mm, dan 70 mm
-
Kompartemen II berisi Steel Ball
(bola-bola baja) penghancur yang berukuran 30 mm, 25 mm, 20 mm, 17 mm
- Diafragma : Menyaring
dan memisahkan material dari Kompartemen I ke Kompartemen II
Cara kerja:
Inletmaterial (1) yang berupa clinker dan gypsum masuk ke Cement Mill Kompartemen I melalui Hopper masing-masing. Gypsum yang
ditambahkan sebanyak 1,8 – 1,9% dari jumlah clinker.
Gerakan dari bola-bola baja akibat dari perputaran Cement Mill akan menyebabkan terjadinya tumbukan dan gesekan antara
bola-bola baja dengan material sehingga material akan mengalami penghancuran
dan penghalusan. Kompartemen I berisi bola-bola baja yang berukuran 70 mm, 60
mm, 50 mm, 40 mm. karena adanya gaya putar dari Cement Mill (15,7 rpm shell)maka
semen yang telah dihancurkan di kompartemen I masuk ke kompartemen II melalui diafragma Plate (3). Kompartemen 2
berupa Steel Ball (bola-bola baja)
yang berukuran 30 mm, 25 mm, 20 mm, 17 mm. Semen yang berukuran antara 3700 –
3800 Blaine atau antara 320 – 330 Mesh akan terhisap oleh Fan keluar menuju ke Classifier, sedangkan untuk semen yang berukuran kurang dari 3700 – 3800 Blaine atau antara 320 – 330 Mesh akan keluar dan masuk lagi dalam Cement Mill melalui Air Slide dan Bucket Elevator
untuk digiling bersama material baru.
Saya menyediakan karung jumbo bag, sling bag kapasitas 500kg-2000kg kekuatan dijamin tersedia kondisi bekas ataupun baru, dan karung 50kg bekas ataupun baru ready bersta dar SNI, sudah berpengalaman sejak tahun 1995, cocok buat isi hasil bumi atau pertambangan sperti, pasir, silika, kapur, arang, sawit, rempah2, biji2an, jenis plastik, dan grade food untuk makanan, susu bubuk, kopi, coklat bubuk, gula, garam dll, sudah berpengalaman kirim ke seluruh Indonesia dan terpercaya, perlu diketahui menggunakan packing jumbo bag menghemat biaya finishing dan pengemasan produksi
BalasHapusKontak hubungi :
Wa: 081296230410
Tlp: 081278692200
Email : Fikriefridho99@gmail.com
Lokasi- Serang-Banten dan jabodetabeka